Demi Kesehatan: Stop Jangan Dimakan!

Dini hari bangun melihat kue di meja, nastar, stop, jangan dimakan, ini sudah waktunya imsak dalam program puasa saya yang membolehkan makan hanya waktu malam sekitar jam enam sampai jam sepuluh malam, setelah itu jangan lagi ada masuk makanan, apalagi makanan berlemak seperti kue itu, makanan yang saya tamukan, silakan saja dimakan siapa saja, orang lain silakan, si wiro teman saya silakan, begitu juga buah-buahan, jangan sampai saya makan. Kemudian melihat lemari, ada susu di sana, ada sirup dua botol, warna merah rasa coco pandan, sangat menggiurkan, jangan, jangan, jangan, sirup itu mengandung gula--ya iyalah masa mengandung anak kambing, anak kambing hanya dikandung ibu kambing--jangan sampai diminum, bukan karena minum gula berbahaya dan bisa menyebabkan penyakit gula, tapi karena dalam program kesehatan saya, gula dianggap penghambat keluarnya hormon pertumbuhan, otot saya ingin tumbuh, meski sampai sekarang badan masih kurus, namun masih ada saja harapan otot itu akan tumbuh, dengan banyak olahraga--yang sekarang sudah mulai jarang saya lakukan--dan juga dengan banyak tidur--nah kalau yang ini karena caranya mudah, tidur saya lumayan banyak, kemarin saja siang, tertidur pulas hingga jam satu lebih mulai jam sebelas lebih. Kembali ke makanan, melihat makanan apapun harus bisa menahan, hanya air putih saja yang boleh masuk ke badan, hanya minuman botol, itulah yang harus saya perbanyak, karena segarnya sudah mulai saya rasakan, kurang makan dan banyak minum itu rasa segarnya luar biasa, jarang ngantuk, pikiran cerah, dan dibawa menulis, jari menari lincang dan pikiran banyak kedatangan ide-ide segar, dan ide mengalir lancar. Ini pertanda, makan hanya satu periode dalam sehari, tidak tiga kali lagi seperti biasanya benar-benar terbukti menyehatkan. Ah pantas para ulama dan pertapa melakukannya. Para ulama jaman dahulu, seperti Ibnu Jarir At-Thabari, sesuai kisah singkatnya yang saya baca, hanya makan satu kali dalam sehari, sisanya dia pakai buat ibadah, belajar, dan menyampaikan pengetahuannya. 

Sungguh saya ingin sehat, saya takut sekali sakit, apalagi kematian, sungguh membayangkannya sangat menakutkan. Membayangkan sakitnya yang luar biasa, dan saya tahu, kematian yang benar-benar saya takutkan sekarang, suatu hari akan benar-benar datang, namun meski demikian saya harap, sebelum kematian itu benar-benar datang, saya ingin merasakan hidup dengan kesehatan prima, hidup sampai tua, sehat tanpa merepotkan orang, tanpa menyusahkan orang dengan sakit saya, kemudian meninggal dalam keadaan karena memang saya sudah tua, dan sudah saatnya. 

Related Posts:

Betapa Saya Takut Kesehatan Ini Hilang

Betapa saya sangat takut sakit, sampai-sampai semalam setelah makan minyak banyak, dari tumis, dari nasi goreng, dari kue-kue nastar, dari brownies lebaran, saya bertanya-tanya akankah wajah saya, setelah ini dikotori jerawat, dan yangb lebih menakutkan adalah ketika mau menghabiskan tengteng di lemari makan, saya melihat bagian bawah plastiknya bolong dan sobek, kemudian saya kira itu bekas gigitan tikus, dan saat itulah saya kaget, sebab tadi dari plastik itu saya makan satu tengteng, jangan-jangan tengteng yang saya makan ada bekas gigitan tikusnya, jangan-jangan ada kuman tikus yang saya makan,...waduh teringat dulu, setelah makan makanan yang diseret tikus saya langsung jatuh sakit panas dingin sampai berhari-hari, dan tidak bisa diatasi dengan obat, dan kalau sekarang sampai terjadi lagi begitu, waduh, berarti rusaklah program sehat saya. Sudah menetapkan diri buat makan satu kali saja dalam sehari, sudah membeli buah-buahan, sudah menulis segala tentang kesehatan, eh diri sendiri malah sakit. Pasti akan sangat memalukan.

Saya takut sakit, setelah memakan tengteng bekas tikus itu, sampai-sampai, saya segera memakan sisa brownies yang banyak menteganya, siapa tahu saja mentega itu menetralisir kuman yang masuk ke perut saya, mendesak kuman itu supaya segera terdorong masuk usus besar, kemudian usus kecil,sampai ke dekat lubang kotoran, supaya segera keluar. Saya pun segera turun ke lantai satu mencari melon yang saya simpan, kemudian memakannya, banyak-banyak, siapa tahu buah melon ini menjadi penetral kuman tikus itu, saya memotong kemudian memakannya luar di emperan ruko, bijinya saya jatuhkan sembarangan, begitu pula cangkangnya, sangat tidak menghargai kebersihan, kemudian naik lagi ke lantai tiga, ke ruang kerja, dan teringat, saya belum mendapatkan minuman. Air putih dalam galon habis, dan wah ini berbahaya, bisa-bisa penyakit yang masuk itu akan benar-benar bersarang dalam pencernaan, maka segera saya mencari uang dalam tas, mengambil sepuluh ribu dan segera berlari ke Mall, melihat orang-orang di sana, santai sekali makan ayam, di mana sebelumnya saya memandang mereka yang memakan ayam goreng mahal itu sebenarnya tengah terancam penyakit, mereka makan makanan kolesterol, dan mereka terancam penyakit, mereka makan banyak mereka terancam penyakit, tapi mengingat keadaan saya sekarang, justru yang lebih bahaya suasananya dari mereka adalah saya--saya justru lebih terancam penyakit dari mereka, segera ke lantai bawah mall, masuk rungan Food Hall, tanpa ragu membeli minuman, kembali ke ruang kerja dan segera menenggaknya, berkali-kali sampai kekenyangan, sampai-sampai saat shalat isya, saya rasakan sendawa di tenggorokan, kemudian ada isi lambung yang keluar. Tanpa mau banyak acara lagi, saya ingin segera menidurkannya, karena saya anggap tidur adalah obat, saya harap saat tidur badan melakukan perbaikan dirinya, dan menangkal penyakit yang akan datang, dan saya tidak jadi sakit, makanya sangat jengkel pas waktu siap-siap tidur, sarung malah hilang, ini ke mana sih sarung saya, tadi kan sudah saya siapkan, tadi yakin sarung hijau itu sudah saya bawa, ke mana ya, maka saya tengok ke bawah kasur, tak ada, saya tengok ke kursi kerja tak ada, ke dekat lemari buku tak ada, ke meja, ke bawah meja, ke dekat kamar mandi, ini di mana sih, yakin tadi saya bawa, haduh ada-ada saja nih sarung hilang, kemudian saya buka balik tas laptop yang saya siapkan buat nonton film sebelum tidur, dan ternyata sarung hijau itu ada di sana. Saya segera tidur, setelah sebelumnya nonton wayang dulu di youtube, dan ketika bangun badan masih segar, tapi saya tetap masih waspada dan bertanya-tanya apakah saya sudah aman?

Related Posts:

Preman Pensiun

"Preman Pensiun" menjadi semacam penyegaran baru persinetronan tanah air.

Ketika sinetron lain terjebak alur cerita kurang masuk akal, "Preman Pensiun" anggun dalam alur cerita yang wajar. Ketika sinetron lain seperti menceritakan mimpi jauh dari realita kehidupan nyata, "Preman Pensiun" membumi mengisahkan kehidupan preman apa adanya. Ketika sinetron lain, lebih banyak menampilkan humor garing, dan terkesan dibuat-buat, "Preman Pensiun" sanggup menyajikan humor canggih. Humor canggih yang saya maksud adalah, humor yang, pemainnya memperlihatkan keseriusan, konflik, namun penonton dengan cepat menangkap rasa humor dari adegan itu, dan terpingkal-pingkal dibuatnya.

Sebagai contoh, pada episode 30, ada adegan Pipit, preman setengah baya berbadan besar yang menjadi anak buah Jamal. Dengan gaya bicara bagai dieja dan ekspresi wajah datar, punya karakter selalu nurut kepada Jamal, pemimpinnya, yang kasar dan selalu berwajah beringas. Namun lain dari ketundukannya, Pipit juga tak segan bicara jujur apa adanya jika Jamal sang pemimpin dia anggap salah. Misalnya saat Jamal duduk sombong di kafe, dia teriak kepada penjaga kafe: "Tambah Es Teh Lemon, Tiga!" sambil mengacungkan satu jari telunjuknya.

Melihat itu, Pipit yang sedang berdiri di sampingnya segera membungkuk sambil wajahnya dihadapkan ke Jamal dan berkata "Maaf Bos!"

"Kenaaapppaaa?" tanya Jamal gemas, sambil giginya gemeretak.

"Tiga itu harusnya begini Bos" ucap Pipit sambil menunjukkan tiga jarinya, "bukan begini!" ucapnya lagi sambil mengacungkan telunjuknya, menyalahkan Jamal.

Sebagai pemimpin gila hormat, tentu saja Jamal geram disalahkan anak buahnya, padahal itu perkara remeh-temeh. Karena malas memberikan argumen, Jamal mengambil gelas es teh lemon di depannya, dan tanpa ragu, dia siramkan ke wajah Pipit. Minuman manis asem itu pun membasahi wajah Pipit juga bahu bajunya. Semua kaget dan kasihan. Pipit pun berdiri dan kembali pada posisinya semula, tegak dengan kedua tangan terlipat di dada, sebagai bodiguard gagah. Wajahnya yang serius masih basah, kemudian, masih dengan wajah serius, lidahnya menjulur, menjilat-jilat bibirnya, menikmati manis es teh lemon yang tadi disiramkan ke wajahnya.

Serius, penuh penghayatan, terkesan kasar, keras, bernuansa jalanan, namun luar biasa, ini sebenarnya sinetron Komedi.



Related Posts:

JANGAN SAKITI MALAIKATKU (5)

                Pagi ini Okta memasuki bangku sekolah dasar, Maya mengantarnya di hari pertamanya masuk sekolah. Okta bersekolah di sekolah yang berbeda dengan sang kakak, ia berhasil lolos seleksi dan diterima di sekolah dasar terfavorit di kotanya. Sementara sang kakak bersekolah di sekolah dasar swasta. Karena dulu tidak lolos saat seleksi awal. Arin memang tumbuh menjadi anak yang manja dan sedikit nakal karena sang ayah selalu memanjakannya. Ketika berbuat salah Maya terkadang mencoba untuk memarahi putrinya. Tapi Rohman selalu membela putrinya itu. Prestasi di sekolahnya pun kurang bagus, ia jarang mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan gurunya. Lebih banyak bermain dengan mainan-mainan dan gadget yang diberikan ayahnya. Bahkan disuruh belajar pun harus di iming-imingi mainan baru dulu oleh sang ayah baru ia mau belajar.

Berbeda dengan arin, Okta tumbuh dan besar dalam didikan Maya. Jauh dari kemewahan dan kemanjaan. Sejak kecil ia diajarkan untuk mandiri. Kasih sayang yang hanya didapat dari ibunya membuatnya sangat menyayangi sang ibu melebihi siapapun. Berbagai kekerasan pernah ia saksikan di depan matanya, tapi Maya selalu mengajarkannya untuk bersabar dan tak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebelum memasuki bangku sekolah dasar, Okta sudah bisa membaca dengan lancar, ia mempelajari membaca dari buku-buku pelajaran sang kakak yang diam-diam ibunya bawakan. Arin pun tak pernah menyadari jika ada beberapa buku-bukunya yang hilang, karena memang ia jarang bahkan hampir tak pernah membaca buku-buku tersebut.

“Mah, mamah pulang aja, ga usah nungguin aku, aku berani kok sendiri,” ucap Okta meyakinkan Ibunya.

“Okta beneran berani? Aduh, pinternya anak Ibu, yaudah Okta masuk kelas sana, jangan nakal ya sama teman-temannya. Nanti ibu balik lagi jemput Okta kalau Okta sudah pulang,” senyum Maya merekah mendengar kata-kata anaknya yang pintar.

“Iya Mah, nanti Okta bakal ajarin temen-temen Okta baca, yaudah aku ke kelas dulu ya Mah,” ucap Okta sambil mencium tangan Maya.

“Iya sayang, sini mamah cium dulu anak mamah yang paling pintar,” ucap Maya sambil mencium pipi dan kening Okta.

“Dadah mamah!” Okta melambaikan tangannya.

Okta pun berlalu pergi memasuki ruang kelasnya, Maya kemudian beranjak pulang dengan senyuman kebahagiaan di wajahnya. Di saat anak-anak lain menangis minta di tunggui oleh orang tuanya, tapi Okta dengan percaya dirinya menyuruh sang Ibu untuk pulang. Orang tua mana yang tak bangga memiliki anak sepintar Okta.

Pukul sepuluh pagi Maya sudah bersiap menunggu kepulangan anaknya tercinta. Bersama para orang tua lainnya, ia begitu antusias menjemput anaknya untuk pulang di hari pertama sekolahnya. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada anaknya itu. Apa saja yang dilakukan sang anak, siapa saja teman barunya, pelajaran apa yang diberikan sang guru. Kebahagiaan tersendiri yang hanya bisa dirasakan oleh para orang tua di hari pertama anaknya mulai bersekolah.

Tak lama satu persatu siswa mulai keluar, mereka mulai mencari orang tua masing-masing. Bahkan ada yang menangis histeris karena orang tuanya tak ada di depan kelas seperti orang tua yang lainnya. Okta pun terlihat keluar kelas dengan senyum yang merekah.

“Okta, sini nak!” panggil Maya.

“Iya Mah” Okta menghampiri sang Ibu.

“Bagaimana sekolahnya Nak?” tanya Maya.

“Menyenangkan Mah, tadi bu guru bertanya siapa yang mau mengenalkan diri di depan, aku langsung tunjuk tangan, terus aku perkenalkan diri, aku juga bilang kalau Mamah adalah malaikatku,” jawab Okta bersemangat.

“Uhhh, pintarnya anak Mamah,” Maya memeluk Okta dengan erat.

“Yaudah, ayo kita pulang sayang, ceritakan lagi semuanya  ke mamah sambil jalan ya,” lanjut Maya.

“Iya Mah, ayoooo!”

Maya menggandeng tangan mungil Okta, kemudian melangkah pulang. Sepanjang jalan Okta dengan besemangat menceritakan semua pengalamannya di hari pertama ia bersekolah. Maya mendengarkan dengan seksama sambil terus memuji anaknya. Okta terlihat bahagia, akhirnya ia kini bisa bersekolah, memiliki teman-teman baru dan yang terpenting ia akhirnya bisa memakai seragam berwarna merah putih yang selama ini ia impi-impikan dan hanya bisa lihat saat sang kakak mengenakannya.

Cukup lama mereka berdua berdiri di pinggir jalan, datanglah angkot yang mereka tunggu-tunggu.  Mereka bergegas naik, Maya dengan sigap menaikkan Okta terlebih dahulu, ketika Maya ingin masuk ternyata angkot sudah mulai jalan karena sang supir mungkin sedang terburu-buru. Maya berhasil naik, tapi karena panik sendalnya lepas satu dan jatuh ke jalan. Setelah duduk Maya kemudian melepas sepatu yang sebelah lagi dan membuangnya ke jendela angkot. Okta terlihat bingung dengan apa yang dilakukan Ibunya.

“Kenapa Mamah membuang sendal yang satu lagi?” tanya Okta heran.

Maya tersenyum lalu berkata, “Nak, jika nanti ada yang menemukan sendal Mamah yang jatuh tadi saat naik, tidak akan berguna jika hanya sebelah. Begitu juga Mamah, jika hanya sebelah yang Mamah pakai maka tidak akan ada gunanya buat Mamah. Jadi Mamah buang yang satu lagi, kalau nanti ada orang yang menemukannya, semoga kedua sendal itu bisa berguna untuknya. Pahala juga buat Mamah”.

“Untuk apa kita menahan sesuatu yang tidak ada gunanya untuk diri kita sendiri, bukankah lebih baik kita melepasnya jika memang bisa berguna dan bermanfaat untuk orang lain Nak. Begitu juga dalam hidup, jangan pernah kita menahan-nahan sesuatu yang bisa bermnfaat untuk orang lain hanya karena kita tidak ingin kehilangan sesuatu yang sama sekali tak ada manfaatnya untuk diri kita. Melepaskan dan mengikhlaskan sesuatu itu terkadang bisa membuat kita mendapatkan sesuatu yang lebih baik lagi sebagai gantinya,” lanjutnya.

“Oh begitu Mah, iya Mah, aku mengerti sekarang,” jawab Okta sambil mengangguk.

“Jangan jadi orang yang egois ya Nak, berbagilah kepada sesama,” Maya lanjut menasehati.

“Iya Mah, Mamahku baik sekali, Mamah adalah malaikat yang dikirim Tuhan untukku,” ucap Okta sambil memeluk Ibunya di dalam angkot.

Semua penumpang di dalam angkot tersenyum haru mendengar perbincangan antara anak dan ibu tersebut. Beberapa bahkan ada yang mengusap-usap kepala Okta sambil berkata, “Wah anaknya pintar sekali ya bu”. Maya pun balas memeluk erat anak lelakinya tersebut dengan penuh kebanggaan. Sambil sesekali menciumi kepalanya. Setelah sampai tempat tujuan turunlah mereka berdua dari angkot. Mereka berjalan bergandengan menuju kediaman mereka. Pemandangan yang cukup janggal karena sang ibu berjalan telanjang kaki. Orang-orang yang melihatnya hanya keheranan sambil mengernyitkan dahi, sementara Okta begitu bangga menggandeng ibunya yang merelakan sendalnya agar bisa bermanfaat untuk orang lain.

“Mah, nanti kalau aku sudah besar, sudah kerja. Aku akan belikan Mamah sendal baru, supaya surgaku tidak lecet lagi Mah,” ucap Okta polos.

“Iya sayang, terima kasih. Semoga kamu cepat besar ya Nak, supaya bisa membahagiakan Mamahmu ini,” jawab Maya tanpa terasa bulir air mata kebahagiaan menetes di matanya.

“Mamah kenapa menangis, sakit ya Mah kakinya?” tanya Okta kemudian ikut menangis karena sedih melihat sang Ibu menangis.

“Ga papa Nak, Mamah enggak sakit kakinya, Mamah menangis bahagia karena memiliki anak sepintar kamu”.

“Sudah Nak, jangan menangis lagi. Simpan air matamu untuk saat-saat bahagia nanti,” lanjut Maya sambil mengusap air mata yang menetes di pipi Okta.

“Iya Mah, Mamah juga jangan nangis lagi ya, Okta ga mau melihat malaikat Okta sedih. Mulai saat ini aku ga akan membiarkan siapapun membuat Mamah sedih apalagi sampai menangis,” jawab Okta.

“Iya sayangku,” cukup lama Maya menciumi dan mengusap kepala Okta.

***

                Hari ini adalah hari ulang tahun Arin yang ke 9 tahun. Rohman membelikannya sebuah kelinci sebagai hadiah. Awalnya Arin begitu senang dan rajin memeliharanya. Tapi lama kelamaan ia mulai bosan. Akhirnya kelinci pun tak terurus, sehingga Maya lah yang akhirnya rutin memberi kelinci itu makan.

Suatu hari Maya ingin memberi makan sang kelinci, tapi kelinci itu tiba-tiba lepas dari kandangnya dan berlari-larian di halaman rumah. Maya susah payah mengejarnya, akhirnya dengan bantuan Okta, Maya berhasil menangkapnya. Tapi ternyata kelinci tersebut berusaha untuk memberontak dan menggigit jari Maya hingga membuatnya berdarah.

“Awww, kelinci nakal!” teriak Maya kesakitan.

“Mamah ga papa?” tanya Okta khawatir.

“Iya ga papa Nak, tolong kau bawa kelinci ini ke kandang ya, sekalian kasih wortel. Mamah mau ke dalam dan mengobati lukanya dulu,” perintah Maya kepada Okta.

“Iya Mah,” ucap Okta menurut.

Beberapa jam kemudian Maya hendak memasak karena hari sudah sore, sebentar lagi Rohman pulang, jadi dia harus segera menyiapkan makan malam untuk suaminya tercinta. Arin sedang asik bermain game di kamar lewat laptop milik ayahnya. Sementara Okta sedang asik bermain di halaman bersama kelinci. Maya kebingungan mencari-cari pisau dapurnya. Tanpa pisau ia tak bisa memotong bahan-bahan untuk memasak. Ia coba mengingat-ingat kembali kapan terakhir ia memakainya dan di mana meletakkannya. Tapi tak ia temukan juga walau sudah mencari ke segala sudut dapur, bahkan sampai ke ruang tamu pun ia cari. Lalu ia ke lantai atas, menuju kamar Arin dan bertanya kepadanya.

“Nak, kamu liat pisau dapur mamah enggak?” tanya Maya lembut.

“Gak tau ah! Mamah gangguin aku aja, lagi seru nih. Lagian ngapain juga aku nyimpenin pisau!” jawab Arin ketus.

“Hmm, yaudah maaf ya Nak kalau gitu,” jawab Maya sedih.

Arin diam tak menjawab, ia masih asik dengan gamenya dan tak mempedulikan ibunya. Maya hanya bisa menghela nafas, kemudian turun dan menuju ke halaman untuk bertanya kepada Okta. Sesampainya di halaman, dilihatnya Okta sedang duduk di depan kandang kelinci. Maya kemudian menghampirinya. Alangkah terkejutnya Maya, ia masih tak percaya dengan apa yang ia lihat saat itu. Okta duduk berlumuran darah di depan kandang kelinci, tapi itu bukan darahnya, melainkan darah kelinci yang sedang ia potong-potong menggunakan pisau dapur milik ibunya. Okta menusuk-nusukkan pisau tersebut,lalu  mengiris-iris kelinci tersebut menjadi bagian-bagian kecil. Memisahkan kepala, kaki dan tangan dari tubuh sang kelinci.

“Okta, apa yang kau lakukan Nak?” tanya Maya panik.

Bersambung....

Related Posts:

JANGAN SAKITI MALAIKATKU (4)

Setelah membunuh Arin, Okta kemudian membawa mayat sang kakak ke dalam kamar mandi, di sana ia menyiram seluruh tubuh Arin untuk membersihkan darahnya. Setelah membersihkan tubuh kakaknya, Okta kemudian mengosongkan isi bak mandi. Ia memotong-motong tubuh kakaknya menjadi bagian-bagian kecil lalu memasukkanya satu persatu hasil potongannya ke dalam bak mandi.

Rohman terbangun oleh suara alarm dari handphonenya, ini adalah waktunya untuk memberikan kejutan kepada putrinya tercinta. Ia membuka lemari, kemudian mengambil sekotak kado kecil yang telah ia siapkan. Isinya adalah sebuah handphone keluaran terbaru yang telah lama Arin inginkan. Rohman berjalan keluar kamarnya menuju kamar Arin. Pintu kamar sang anak terlihat terbuka, sepertinya Arin telah terbangun, pelan-pelan ia coba memasuki kamar sang anak agar tidak ketahuan. Ia mengintip dari depan pintu, ternyata kamarnya masih gelap, sementara lampu kamar mandi menyala. Suara gemercik air pun terdengar dari dalam kamar mandi. Ah, mungkin Arin sedang pipis. Tau anaknya sedang di kamar mandi Rohman langsung masuk ke dalam kamar dan menunggu Arin keluar dari kamar mandi.

Okta mendengar seperti ada suara langkah kaki yang memasuki kamar kakaknya, walau samar tapi instingnya sangat kuat. Ia segera bersembunyi di belakang pintu kamar mandi sambil menggengam erat pisau di tangannya. Sementara bagian tubuh Arin yang masih belum terpotong masih tergeletak di lantai kamar mandi, dengan darah segar yang masih mengalir dari hasil potongan-potongannya, yang tersapu oleh air yang keluar dari lubang bawah bak mandi yang sedang ia kosongkan airnya.

Alangkah terkejutnya Rohman, setelah memasuki kamar putrinya ia mendapati kasur yang berlumuran darah. Rasa panik menghantui pikirannya. Apa yang terjadi kepada putrinya. Segera ia memanggil putrinya untuk memastikan keadaannya.

“Arin, kamu kenapa nak?” teriak Rohman ke arah kamar mandi.

Beberapa detik berlalu, tak ada jawaban dari dalam sana.

“Arin! Jawab nak, ini ayah! Apa kamu baik-baik saja?” kembali Rohman berteriak memastikan.

Di dalam kamar mandi, Okta yang mendengar suara ayahnya mulai bersiap jika sampai ayahnya masuk ke dalam kamar mandi. Seluruh otot tubuhnya menegang, kepanikan mulai menjalar sampai ke ujung kakinya. Detak jantungnya berdetak makin keras dan makin cepat. Adrenalinnya terpacu oleh rasa takut yang membayanginya. Di tengah kepanikan ia mencoba untuk tetap tenang, di tariknya nafas dalam-dalam. Kemudian dihembuskannya, mencoba menenangkan diri dan tetap fokus.

Rohman yang tak mendapat respon segera bergegas menuju kamar mandi untuk memeriksa keadaan putrinya. Ia tertegun di depan pintu, seolah tak percaya dengan apa yang ia lihat. Mayat putrinya yang sudah tak lagi utuh. Sebagian kaki dan tangan sebelah kirinya telah terpotong. Segera ia jongkok dan memeriksa mayat putrinya.

“ARIIIIN, TIDAAAAK! MAYAAAAAAA KEMARI MAYYY! ANAK KITAAA!” teriak Rohman memecah kesunyian malam itu.

Okta yang sedang mengintip dari belakang pintu kamar mandi segera mengambil kuda-kuda. Ia melihat posisi sang ayah sedang berjongkok membelakanginya, memeluk mayat kakaknya yang telah ia potong-potong.

JLEBB, JLEBB, JLEBB, JLEBB, JLEBB, JLEBB...

Puluhan kali pisau di tangannya ia tancapkan ke punggung sang ayah. Darah segar mengucur deras dari bekas tusukan yang langsung ia cabut kemudian tusukkan kembali ke segala arah. Hingga saat sang ayah menengok ia segera menusuk tenggorokan sang ayah dengan kencang.

“AAAKKKKKKHHH,” Rohman tak bisa berkata-kata saat pisau tajam itu menghujam tepat di kerongkongannya.

Seketika Okta menarik pisau yang masih menancap di tenggorokan sang ayah. Darah segar muncrat ke wajah Okta, cipratannya juga menghiasi dinding kamar mandi. Kemudian dari lubang di tenggorokan Rohman mulai mengalir darah yang berwarna hitam pekat.

“Anaaa....aak s..eee..taa...n,” Rohman coba mengatakan sesuatu di sisa nafasnya.

“Jangan pernah sakiti malaikatku lagi!” jawab Okta penuh dendam.

***

                Perlahan-lahan matanya mulai membuka, langit-langit kamar itu masih buram dalam pandangannya. Menoleh ke kiri, ia melihat sebuah kantung infus beserta selangnya yang mengalir menuju tangan kirinya. Sementara ketika menoleh ke kanan dilihatnya Rohman yang sedang tersenyum sambil memangku Arin yang masih berumur dua tahun saat itu.

“Aku dimana?” tanya Maya heran.

“Kamu di rumah sakit sayang, beruntung aku belum terlambat membawamu kesini kemarin malam,” jawab Rohman lega.

Kemarin malam?” tanya Maya masih bingung.

“Iya, kemarin malam kamu coba membunuh dirimu sendiri dengan mengiris pergelangan tangan kananmu. Maafkan aku sayang atas kelakuanku kemarin malam, maaf telah membuatmu ketakutan,” jawab Rohman sambil mengecup kening Maya.

“Ah... aku ingat sekarang, maafkan aku juga Mas,” ucap Maya sambil memandangi pergelangan tangannya yang diperban.

“Sudah-sudah, kita lupakan semua kejadian buruk itu. Kita mulai lagi semua dari awal, kita bangun kembali keutuhan rumah tangga kita,” jawab Rohman sambil tersenyum.

Maya membalas senyuman sang suami. Air mata menetes dari kedua mata Maya, ia bersyukur suaminya telah kembali menjadi suami yang ia kenal. Lelaki yang ramah, penyayang dan sangat peduli terhadap keluarganya.

“jangan pernah lakukan hal bodoh seperti ini lagi ya De,” ucap Rohman.

“Iya Mas, semoga Tuhan memaafkan kebodohan yang telah ku lakukan ini”.

“Bagaimana jika ia kembali lagi Mas?” tanya Maya khawatir.

“Tenang saja, paginya setelah membawamu ke rumah sakit, aku telah melaporkan Wahyu ke polisi. Tak butuh waktu lama, sore harinya polisi langsung menangkapnya tanpa perlawanan di rumahnya. Sekarang ia telah mendekam di penjara, semoga pengadilan nanti memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada iblis itu,” Rohman menerangkan.

“Syukurlah Mas, aku lega mendengarnya”.

“Yaudah, kamu istirahat aja sayang, jangan banyak pikiran. Sudah sehari semalam kamu tak sadarkan diri, bahkan kemarin sempat mengalami fase kritis karena kamu kehilangan banyak darah malam itu”.

“Iya Mas, bapak sudah tau aku dirawat?” tanya Maya.

“Iya, dia sudah kukabari, mungkin nanti siang dia kemari. Sekarang yang terpenting kamu sehat dulu, biar bisa berkumpul lagi bersama aku dan Arin,” jawab Rohman sambil menaruh Arin di samping Maya.

Senyum kebahagiaan kembali terpancar dari wajah Maya, menyaksikan senyum dari suami dan putrinya yang paling ia sayangi. Tak ada kebahagiaan lain seindah bisa menyaksikan senyum di wajah orang-orang yang paling ia cintai. Keluarga itu larut dalam suasana kebahagiaan dan canda tawa di kamar rumah sakit. Karena kadang kebahagiaan bisa datang kapanpun dan dimanapun, bahkan di tempat-tempat yang tak pernah kita sangka. Begitu juga sebaliknya. Kesedihan bisa datang dimana saja dan kapan saja tanpa permisi.

Bersambung....

Related Posts:

JANGAN SAKITI MALAIKATKU (3)

Setelah puas membalaskan semua dendam dan hasratnya kepada Rohman dan Maya. Wahyu kemudian membuka ikatan di tangan kanan Maya.

“Aku akan pergi sekarang sayang, jangan coba-coba mengejarku. Terima kasih untuk semuanya,” ucap Wahyu sambil mengecup kening Maya.

“Aku tak peduli kalian mau melaporkanku ke polisi atau tidak, yang jelas kini hidupku sudah tenang, sudah kubalasakan semua perasaan yang selama ini terpendam dihatiku kepadamu dan suamimu,” lanjutnya.

“Tuan Rohman, istrimu sangat lezaaat, tak salah kau menikahinya, hahahaha...” bisiknya ke telinga Rohman kemudian melangkah pergi meninggalkan rumah itu.

Maya masih menangis di atas tempat tidur tanpa busana. Sementara Rohman terus menerus mencoba melepaskan diri, sangat ingin segera mengejar dan membunuh Wahyu. Bola matanya dipenuhi rasa amarah dan dendam, dihiasi bulir-bulir air mata yang mengalir deras, menangisi ketidakmampuannya menjaga istri tercintanya.

Maya kemudian tersadar dari lamunannya, sambil masih terisak-isak ia mencoba melepaskan ikatan di tangan kiri dan kedua kakinya. Kemudian mengambil pakaian-pakaiannya yang tergeletak di lantai kamar. Segera setelah berpakaian kembali ia berlari menuju suaminya yang masih terikat, mengambil kain yang menyumpal mulut suaminya.

“Hah... hah... hah... cepat lepaskan aku!” perintah Rohman sambil mengatur nafasnya.

“Maafkan aku Mas,” jawab Maya sambil terus menangis.

“CEPAAAAT!” bentak Rohman.

Maya terkejut mendengarnya, dua tahun pernikahannya baru kali ini sang suami membentaknya dengan keras. Ia segera turun ke lantai bawah, pergi ke dapur mengambil pisau. Kemudian kembali ke kamarnya untuk melepaskan suaminya. Tanpa berkata sepatah katapun ia terus coba memotong ikatan di tangan Rohman. Setelah ikatan di tangannya lepas, Rohman segera merebut pisau dari tangan istrinya. Kemudian meotong ikatan di badan dan kakinya dengan terburu-buru. Ia tak ingin sampai kehilangan jejak Wahyu. Sementara Maya hanya terduduk di lantai, menangis, sambil memandangi suaminya yang seperti orang lain, yang bukan seperti suaminya yang selama ini ia kenal.

Setelah semua ikatan terlepas Rohman segera berlari turun ke bawah, kemudian keluar rumah sambil membawa pisau dapur di tangannya. Mencoba mengejar Wahyu yang sudah menghilang sejak tadi. Maya berlari mengikutinya, tapi lagkahnya hanya terhenti sampai di depan pintu rumahnya. Ia tak ingin tetangganya melihat dirinya yang berantakan, juga sedang menangis. Maya tak ingin sampai tetangganya ada yang tau kejadian yang menimpa keluarganya malam ini. Ia kemudian naik lagi ke lantai atas, menuju kamar Arin. Dibukanya pintu kamar yang terkunci, ‘CKLAK’. Terlihat peri kecilnya masih tertidur lelap di atas tempat tidur. Syukurlah Wahyu tak menyakiti putrinya tersebut. Segera ia datangi sang anak, kemudian memeluknya dengan erat.

“BANGSAAAAAT!” teriak Rohman di tengah jalan.

Sudah 15 menit berlalu setelah ia melepaskan ikatanya. Entah berapa jauh sudah ia berlari mengejar Wahyu yang telah pergi entah kemana. Ia kemudian terduduk di pinggir jalan, menatap pisau yang dibawanya cukup lama. Namun kemudian memutuskan untuk kembali ke rumah. Melihat keadaan anak dan istrinya.

Sesampainya di rumah ia langsung mencari istri dan anaknya. Di lantai dua dilihatnya pintu kamar sang anak terbuka. Dari depan pintu, terlihat istrinya yang sedang menangis di lantai sambil memeluk Arin. Rohman berjalan mendekati mereka berdua. Maya kemudian menoleh, dilihatnya suaminya yang berjalan mendekatinya, dengan air mata yang terus mengalir dan pisau dapur yang masih di genggamnya. Maya kemudian meletakkan anaknya yang masih dalam pengaruh obat bius ke kasur. Wajahnya dipenuhi rasa takut, melihat sang suami yang wajahnya dipenuhi amarah.

“DI mana Wahyu? Katakan Maya, cepat katakan!” ucap Rohman.

“Aku tidak tau Mas, sumpah aku tidak tau,” jawab Maya ketakutan.

“Aku tau diam-diam di belakangku kau sering smsan dengannya, aku tau semuanya. Jadi cepat katakan, akan kubunuh iblis itu!”

“Aku tak pernah membalas pesannya Mas, sumpah. Aku tak ingin menyakiti perasaanmu, aku diam bukan berarti aku berhubungan dengannya, aku menjaga keutuhan rumah tangga kita”.

“Terserah! Yang jelas cepat katakan di mana dia! Iblis itu harus kubunuh secepatnya!” Rohman makin menjadi.

“Aku tak tau, sudah cukup Mas, hentikan semua ini. Amarahmu justru membuat dirimu yang jadi seperti Iblis!” jawab Maya tak dapat membendung perasaannya.

‘PLAAAAK!’

Tangan Rohman mendarat di pipi Maya. Amarahnya seperti tak terbendung lagi. ‘GLOTAK’ pisau dapur yang di genggamnya terjatuh ke lantai. Maya terdiam sesaat, kemudian mengambil pisau dapur yang terjatuh.

“Kurang ajar kau Maya, beraninya kau berkata seperti itu kepada suamimu!”

“Maafkan aku Mas, aku memang istri yang tak baik untukmu, aku tak bisa menjaga diriku, aku tak bisa menjaga perasaanmu, aku bukanlah istri yang baik untukmu,” ucap Maya sambil mengiriskan pisau di pergelangan tangannya.

“HENTIKAN MAYA!” teriak Rohman.

“Mungkin ini adalah jalan terbaik, wanita hina sepertiku tak pantas untuk hidup lagi. Tolong jaga anak kita Mas, terima kasih atas kebahagiaan yang kau berikan kepadaku selama ini. Tak sedikitpun terlintas di pikiranku untuk menghianatimu. Maafkan aku yang selama ini tidak bisa jujur kepadamu tentang Wahyu,” Maya memberikan senyuman terindahnya kepada Rohman, dihiasi air mata yang tak henti-hentinya mebasahi pipinya.

“TIDAAAK!!” teriak Rohman sambil mencoba mencegah apa yang dilakukan istrinya.

Tetapi semua terlambat, darah segar keluar dari pergelangan tangan Maya, mengalir deras membasahi lantai kamar anaknya. Rohman merebut pisau tersebut lalu membuangnya. Dipeluknya erat-erat tubuh Maya.

“TIDAAAAAK!” teriak Rohman sambil memeluk istrinya.

“Maafkan aku sayang, tolong maafkan aku. Aku mencintaimu, aku tak ingin kehilangan dirimu. Aku khilaf tadi, jangan tinggalkan aku,” tangisannya lepas sambil memeluk erat tubuh sang istri. Bola matanya kosong, menerawang entah kemana.

Malam itu, kedua pasangan tersebut berpelukan dalam kesunyian. Sang anak masih tertidur lelap. Darah segar dan air mata menghiasi pemandangan malam itu. Suara jangkrik dan semilir angin dari pintu kamar yang terbuka sesekali memecah kesunyian. Dunia selalu berputar, kita tak akan pernah tau kapan hidup kita akan jatuh maupun melonjak naik. Tapi satu hal yang mereka tau, apapun yang terjadi, hidup harus terus berjalan, mereka harus bangkit, sampai Tuhan memanggil mereka, bukan mereka yang mendatangi Tuhan dengan cara yang salah.

Bersambung....
<!--[if gte mso 9]>

Related Posts:

Keberuntungan Itu Tidak Ada!

Sekarang, saya akan membedah sebuah pola pikir menyesatkan
Sebuah pola pikir yang jangan-jangan, selama ini telah menjadi racun dalam hidup sehingga, kita susah buat maju, susah buat sukses.

Pagi hari, air mata saya mengambang, saking bahagianya, saking semangatnya, setelah mendapatkan ilham--lebih tepatnya inspirasi, berupa kalimat "JANGAN PERCAYA KEBERUNTUNGAN"

KALAU ANDA INGIN MAJU, JANGAN PERCAYA KEPADA 
KEBERUNTUNGAN itu tidak ada
Keberuntungan yang kita devinisikan di sini adalah, keberuntungan dalam arti mendapatkan sesuatu secara ajaib, tanpa ada usaha.

JANGAN PERCAYA KEBERUNTUNGAN
Percaya pada keberuntungan, ini satu pola pikir menyesatkan
Pola pikir inilah 
Yang bisa membuat seseorang malas berusaha
Pola pikir inilah yang membuat kita nggak maju-maju
PERCAYA KEPADA KEBERUNTUNGAN INILAH YANG MENJADIKAN PERJUDIAN SUBUR DI MUKA BUMI

Pola pikir semacam inilah, yang membuat seseorang kerjanya hanya berharap dan berharap, menunggu dan menunggu, jenuh dan jenuh, galau dan galau....


Percaya pada keberuntugan
Inilah yang membuat kita jadi pasif, malas, hanya menunggu dan tidak mau berusaha.


Pola pikir inilah, yang bisa membuat kita hanya duduk-duduk malas dan lemas, menunggu, seperti buaya di tepi danau, diam, membuka mulut lebar-lebar, lalat masuk, pluk, menutup mulut.

KEBERUNTUNGAN ITU TIDAK ADA
Kenapa?
Sebab Allah itu Maha Adil
Di alam semesta ini, Dia telah menciptakan sistem, supaya, 
Orang-orang yang berbuat kebaikan mendapatkan kebaikan, orang yang tidak berbuat kebaikan tidak mendapatkan kebaikan, dan orang-orang yang berbuat kejahatan mendapatkan kerusakan.

Orang yang mendapatkan banyak kebaikan
Adalah orang yang sudah banyak berbuat baik. Orang-orang yang kita lihat mendapatkan keberuntungan, sebenarnya karena dia telah banyak berbuat baik. 

Hiduplah dengan akal sehat

Akal sehat mengatakan, yang punya banyak uang adalah orang yang rajin mencari uang
Orang yang banyak ilmu adalah orang yang rajin mencari ilmu
Orang yang banyak pacar adalah orang yang rajin mencari pacar, yang akibatnya jadi banyak sakit hati


Jika ingin sehat, harus melakukan sesuatu yang bisa membuat kita jadi sehat
Jika ingin bersih, harus melakukan sesuatu yang bisa membuat kita menjadi bersih
Jika ingin cantik, lakukan sesuatu yang membuat kita jadi cantik
Ingin pintar, harus melakukan sesuatu yang membuat kita menjadi pintar

Sekarang banyak orang yang ingin menjadi Nabi, bahkan banyak orang yang ingin menjadi Tuhan, yaitu orang-orang yang ingin mewujudkan segalanya dengan keajaiban, tanpa mau kerja keras berusaha.


Memberi nikmat itu urusan Allah, bukan urusan kita
Urusan kita adalah berusaha 

Melakukan apapun untuk mendapatkan apapun yang ingin kita dapatkan

Jika ingin mendapatkan kebaikan yang banyak, harus berbuat baik banyak banyak. Berbuat baik dengan prinsip "tanpa mengenal". Tanpa mengenal pamrih. Tanpa mengenal orang. Tanpa mengenal waktu. Tanpa mengenal tempat. Tanpa mengenal situasi.

Related Posts:

JANGAN SAKITI MALAIKATKU (2)

                Pagi itu Rohman terbangun lebih dulu daripada Maya. Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, ia mengintip anak perempuannya yang masih tertidur lelap di kamarnya, kemudian turun ke lantai bawah. Ia duduk di sofa sambil menyalakan televisi untuk menyaksikan acara berita, tak sengaja Rohman melihat handphone istrinya yang tergeletak di meja. Dihantui rasa penasaran ia kemudian mengambilnya dan mnyalakannya. Tak lama setelah logo ‘Nokia’ keluar, muncullah sebuah wallpaper bergambar seorang pasangan yang sedang duduk di pelaminan, ya, itu adalah foto pernikahan mereka berdua. Kenangan terindah yang berhasil mereka abadikan, dan terus mereka simpan agar selalu terbayang betapa indahnya saat itu. Tak lama handphone bergetar, rupanya ada sebuah sms yang masuk. Dari sebuah nomor yang tidak tersimpan di handphone milik Maya. Rohman kemudian membuka dan membacanya.

‘Aku masih sangat mencintaimu Maya’

Rohman terkejut, siapa gerangan orang ini yang dengan beraninya mengucapkan kata cinta kepada istrinya tercinta. Ia kemudian membalas pesan tersebut.

‘Kamu siapa?’

Beberapa menit kemudian ada sms masuk kembali. Jantung Rohman berdegup kencang, pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan. Apa yang Maya lakukan di belakangnya? Siapa sebenarnya orang ini? Sudah berapa lama hal ini tak ia ketahui? Setelah membuka pesan yang baru saja masuk akhirnya semua tanyanya terjawab, darah seperti naik dengan cepat menuju kepalanya, jantungnya berdegup makin kencang. Bahkan berita di televisi sudah tak ia perdulikan lagi setelah melihat sebuah nama di handphone istrinya. Nama yang telah ia kenal sejak dulu, nama yang sudah dikubur dalam-dalam oleh sang istri, nama yang pernah ia singkirkan saat berusaha mendapatkan pujaan hatinya.

‘Aku WAHYU, mantan kekasihmu’

***

                Dua tahun telah berlalu sejak Rohman mengetahui apa yang terjadi di belakangnya antara istrinya dan mantan kekasihnya. Ia tak pernah sedikitpun menyinggung masalah tersebut, lebih memilih diam demi menjaga keutuhan rumah tangganya. Amarah dan beribu pertanyaan di dalam pikirannya lebih ia pilih untuk menyimpannya sendiri, rapat-rapat di dalam hatinya tanpa membiarkan seorangpun untuk mengetahuinya. Selama Wahyu tak mencoba untuk menyentuh Maya, ia lebih memilih untuk bersabar dan percaya kepada istrinya. Tapi jika suatu saat Wahyu sampai berani untuk menemui bahkan menyentuh istrinya, mungkin ia bisa melakukan hal yang tak pernah ia inginkan untuk terjadi, bahkan semua amarahnya yang ia simpan sampai saat ini bisa saja ia luapkan hingga membuatnya kehilangan kesadaran dan akal sehatnya.

Ternyata Wahyu bukanlah orang yang pantang menyerah. Setelah pesan-pesannya tak pernah di gubris lagi oleh Maya, ia tak kehabisan akal, lewat teman-teman dekatnya ia mencoba untuk mencari tahu di mana tempat tinggal Maya. Sampai akhirnya Wahyu mengetahuinya dan hampir seminggu ia telah mengintai kediaman sang mantan kekasihnya. Mempelajari kapan rumah itu sepi, kapan Rohman pergi dan pulang kerja, siapa saja yang sering berkunjung ke rumah tersebut dan bagaimana keadaan di rumah tersebut. Entah apa yang sedang ia rencanakan di dalam otaknya, yang jelas rasa cintanya yang mendalam kepada Maya dan dendamnya kepada Rohman yang telah merebut kekasihnya, membuatnya tak bisa hidup tenang sebelum melihat rumah tangga itu hancur.

10 April 1993 adalah hari dimana awal bencana di keluarga Rohman terjadi. Setelah seminggu mengamati kediaman Rohman, malam itu pukul 23:00 Wahyu menyelinap memasuki rumah keluarga tersebut. Ia mengendap-endap memasuki pekarangan rumah,membawa gulungan tambang dan sebuah pistol di dalam kantongnya. Entah apa yang sedang ia rencanakan. Wahyu melongok ke jendela, terlihat Rohman sedang tertidur lelap di sofa, ia kemudian berjalan menuju pintu belakang. Setelah mengutak atik gagang pintu, ‘cklak’ pintu berhasil dibuka, masuklah ia ke dalam dapur, kemudian diam-diam menyelinap ke ruang tamu tempat Rohman sedang tertidur lelap. Perjalan pelan-pelan di belakang sofa kemudian dengan cepat memukulkan gagang pistolnya ke kepala Rohman hingga membuatnya tak sadarkan diri. Darah segar terlihat mengalir dari dahi Rohman mengalir menuju pipinya. Ia kemudian menggotong tubuh Rohman yang tak sadarkan diri, membawanya menaiki tangga menuju ke lantai dua.

Wahyu membuka kamar Maya, terlihat perempuan cantik itu sedang tertidur lelap bersama putrinya. Kemudian menyandarkan tubuh Rohman ke dinding kamar dengan posisi terduduk di lantai. Mengeluarkan kain yang telah ia berikan obat bius, ia tempelkan kepada Maya dan anaknya yang masih berusia dua tahun. Sang anak langsung terlelap dalam alam bawah sadar, sementara Maya sempat memberontak tapi akhirnya kalah juga, tubuhnya mulai melemas, matanya kemudian terpejam dan akhirnya obat bius tersebut bekerja mematikan kesadarannya. Segera ia membawa Arin dan menidurkannya di kamar sebelah, kemudian mengunci pintunya. Lalu mengambil kursi dari ruang makan dan bergegas menuju ke kamar Maya lagi. Diangkatnya tubuh Rohman, didudukkan ke kursi tersebut, kemudian mengikatnya dengan erat menggunakan tambang. Mulut Rohman pun ia sumpal dengan kain agar ia tak bersuara saat sadar nanti.

Setelah mengikat Rohman di kursi, menghadap ke kasur tempat Maya yang sedang diikat tangan dan kakinya ke ujung tempat tidur oleh wahyu. Lalu ia menuju toilet di kamar tersebut, membawa segayung air, kemudian menyiramkannya ke wajah Rohman yang terikat di kursi. ‘BYUUUUR’ perlahan kesadaran Rohman kembali,pandangannya masih kabur, sakit yang teramat sangat mulai ia rasakan di dahinya. Setelah pandangannya kembali jelas ia melihat sang istri tercinta sedang terikat tangan dan kakinya. Ia berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan, tapi usahanya sia-sia, ikatan tersebut terlalu kencang membelit seluruh tubuhnya. Suaranya pun tak bisa keluar karena tersumpal oleh gumpalan kain. Lalu sesosok pria terlihat keluar dari kamar mandi, membawa segayung air, itu adalah sosok yang ia kenal, pria bertubuh atletis, dengan wajah oval. Gaya rambut disisir ke belakang dengan rapi bagai mafia. Dia adalah Wahyu, mantan kekasih istrinya. Matanya melotot memandangi pria tersebut, ia semakin keras mencoba untuk melepaskan diri. Lelaki di hadapannya hanya tersenyum melihat Rohman yang terus menggeliat mencoba melepaskan diri dari ikatannya.

Wahyu berjalan mendekati Maya yang masih terbius di atas kasur. Sementara Rohman tak henti-hentinya mencoba melepaskan ikatan di tubuhnya. Mencoba berteriak dalam sumpalan. Mencoba menghentikan Wahyu yang ingin berbuat jahat kepada istrinya yang paling ia cintai.

“Apa kabar Tuan Rohman yang terhormat?” tanya Wahyu berbasa basi.

“Oh, tentu baik-baik saja bukan, benar-benar  membahagiakan. Istri yang cantik, anak yang lucu, rumah yang bagus. Kehidupan yang sempurna,” lanjutnya.

“Mungkin kau bertanya-tanya apa yang aku lakukan di sini? Aku hanya ingin mengambil apa yang dulu pernah kau rebut dariku Tuan, wanita yang sangat aku cintai, yang tiba-tiba meninggalkanku hanya karena ada seorang pria mapan yang melamarnya. Kau tau betapa hampanya hidupku setelah kau mengambilnya dariku? Betapa kau telah menhancurkan hidupku Tuan? Malam ini akulah yang akan menghancurkan hidupmu, yang akan membuat kebahagiaanmu berakhir. Aku kembali untuk membalas semua yang telah kau lakukan terhadapku, nikmatilah karmamu! “

‘BYURRRR’ disiramkanya air di gayung ke wajah Maya, seketika wanita cantik itu tersadar. Matanya terbelalak melihat sosok Wahyu.

“Sssst... jangan berteriak sayang, atau akan ku buat sebuah lubang tepat di kepala suamimu tercinta,” ucap Wahyu sambil menodongkan pistol ke arah Rohman.

“Apa yang ingin kau lakukan? apa yang kau mau? Lepaskan suamiku, Mana anakku?” jawab Maya panik.

“sssstt... tenang sayang, semua akan baik-baik saja selama kau menuruti semua perkataanku, anak dan suamimu akan selamat asal kau tidak berbuat hal yang macam-macam,” ucap Wahyu sambil menaruh jari telunjukknya di bibir Maya.

“Baiklah, tapi tolong jangan sakiti mereka, aku akan lakukan apapun yang kau mau, uang, perhiasan, apapun yang kau mau ambillah,” jawab Maya sambil meneteskan air mata.

“aku tidak menginginkan hartamu, aku tak butuh semua itu sayang,” tangan Wahyu mebelai belai pipi Maya.

“Lalu apa yang kau inginkan, tolong jangan kau ganggu rumah tanggaku,” pinta Maya memelas.

“KAMU!, kamulah yang aku inginkan, malam ini kau adalah milikku,” perlahan-lahan Wahyu mulai membuka pakaian yang dikenakan Maya.

Maya  terdiam tak berdaya, jika ia berteriak maka suaminya akan dibunuh, ingin memberontak pun ia tak bisa, tangan dan kakinya terikat ke ujung tempat tidur. Ia hanya bisa memejamkan kedua matanya, air mata terus mengalir dari kedua mata indahnya.

Malam itu, Wahyu memperkosa Maya di depan mata Rohman, Rohman terus memberontak mencoba melepaskan diri, berteriak semampunya, bulir-bulir air mata mengalir deras menetes dari wajah Rohman dan Maya. Ia tak bisa berbuat apa-apa melihat istrinya yang paling ia cintai di gagahi di depannya. Begitupun Maya, ia hanya bisa terdiam menahan malu dan rasa bersalah kepada suaminya. Malam itu adalah malam terburuk dalam hidup kedua pasangan tersebut. Dan malam itu pula asal mula bagaimana Okta tercipta di dunia ini.

‘AKAN KUBUNUH KAU WAHYU!,’ ucap Rohman dalam hatinya yang penuh amarah.
Bersambung...





Related Posts:

Alasan Paling Mengguncang Mengapa Kita Menulis

Apa alasan Anda menulis?
Terkenal?
Ingin dikagumi orang?
Sekedar menaikkan gengsi diri ingin disebut penulis? Ingin disebut intelek?

Pantas, jika sampai sekarang hobi menulis malah membuatmu makin bangkrut!

Sebuah kalimat menggelegar saya baca waktu saya ke warung. Saya baca kalimat itu dari TV yang sedang menayangkan almarhum Bob Sadino. Sebuah kalimat muncul, terbaca oleh saya, dan seketika dada saya terguncang dengan sebuah cambukan. Cambukan peringatan, tentang apa alasan mengapa saya harus menjadi penulis.

Kalimat yang sangat mengguncangkan itu adalah, pertanyataan Om Bob yang berbunyi, "Saya tidak mau pengalaman dan pengetahuan saya ikut terkubur."

Itulah!
Ya, itulah seharusnya alasan mengapa kita menulis
"Saya tidak mau pengalaman dan pengetahuan saya ikut terkubur."
Itu alasan paling dahsyat, paling keras, dan paling membakar, untuk apa seharusnya kita menulis

AKU MENULIS KARENA TIDAK INGIN PENGALAMAN DAN PENGETAHUANKU IKUT TERKUBUR
Jadi
Mengapa setiap inspirasi kita tulis
Mengapa setiap kejadian
......setiap pengalaman
.......setiap hikmah
......setiap hal mengesankan, dan segala hal baik dan berguna itu kita tulis?

Mengapa saya menulis setiap hari?
Mengapa pengetahuan menulis ini tekun terus kita pelajari, kita gali, kita asah, kita perdalam?
Dan mengapa begitu ingin KARYA TULIS KITA DIBUKUKAN DAN DITERBITKAN?

Maka alasan paling mencambuk adalah,

KARENA TIDAK INGIN SEMUA ITU IKUT TERKUBUR SAAT KITA DIKUBURKAN

Jadi seharusnya, yang saya teriakkan kepada diri sendiri saat menulis itu ini.

KARENA SAYA TIDAK MAU PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN SAYA TERKUBUR BERSAMA MAYAT SAYA.\

Related Posts:

Jilboob Menurut Asma Nadia

Satu dari sejuta kekaguman saya pada Bu Asma, cara-cara pandangnya yang bijak. Dari segala hal, dia lebih senang melihat sisi baiknya. Sudah lama ini mau saya tuliskan. Berbagai kendala, waktu dan kesibukan kerja menjadikan penulisan tertunda. Inspirasinya datang setelah nonton salah satu acara TV One yang membahas fenomena "Jilboob", yaitu berjilbab sambil lekak-lekuk tubuh kelihatan yang kian marak di kalangan perempuan remaja, dan kalangan perempuan yang butuh diremajakan, hehe. Melihat fenomena ini, terutama di social media, banyak orang mencela-cela. Menyebutnya sebagai penistaan agama. Bahkan ada yang teriak, dari pada menutup badan tapi tetap kelihatan aurat, sudah saja telanjang. Haduh nih orang, bukannya menginginkan kebaikan, malah menghalang-halang. Jangan begitu atuh Say.

Menariknya, Asma Nadia sangat bijak dalam mengambil sudut pandang. Dia ungkapkan, dengan bahasa lembut, dan mengalir lancar, bahwa para wanita yang memakai pakaian dengan lekak-lekak lekuk kelihatan itu belum tentu sebuah keburukan. Bisa jadi itu prosesnya buat memakai jilbab lebih tertutup lagi. Sebab tidak semua orang bisa mengenakan jilbab dengan mudah. Berbagai halangan mereka dapatkan, ada halangan dari keluarganya, ada halangan dari lingkungannya, teman-temannya, dan orang yang memakai jilbab ketat itu, bisa jadi bukti keinginannya sedikit demi sedikit menjalankan agama.

"Kita hargai teman-teman yang berproses, tapi sambil kita rangkul mereka, jangan sampai mereka baru mulai pengen pake jilbab kemudian, (karena kita sinis kepada merekam dengan mengatakan) ih kok jilbabnya begitu sih, akhirnya mereka malah menarik diri, malah jauh. Jadi.." cukup sampai di sana ungkapannya, terpotong oleh Astri Ivo yang juga bintag tamu.

Saat saya mengingat ini, saat mengingat Asma Nadia dan sikap bijaknya dalam memandang fenomena-fenomena kekeliruan di kalangan remaja, saya membuka buku "Salon Kepribadian". Seketika air mata ini mengambang, membaca kata-kata di dalamnya, dan merasakan kata-kata Mbak Asma di dalamnya sebagai pesan penuh kasih sayang. Betapa dia ingin remaja negeri kita, . Penuh kasih sayang kepada remaja, supaya menjadi pribadi yang berkasih sayang. Kasih sayang kepada dirinya sendiri, dengan memberinya pakaiannya yang baik, bersikap baik, dan berkata-kata yang baik. dan berkasih sayang kepada orang lain, dengan mengatakan kata-kata membahagiakan, dan tidak mengeluarkan kata-kata menyakitkan. Buku "Salon Kepribadinya" meski memakai kata salon, sama sekali bukan membahas suasana salon kecantian, ini buku salon kepribadian, dan ungkapan-ungkapan di dalamnya penuh kasih sayang.

Misalnya dalam buku ini, Mbak Asma memberikan nasihat, supaya dalam berkata kepada sahabat, kita mesti berjaga-jaga. Antara lain mbak Asma memberikan nasihat, jangan "Merusak Kebahagiaan Teman", Baliau contohkan "Misalnya gini, ada teman yang lagi cerita, semangat banget soal ultahnya, terus dapat kado seru dari papanya, tiba-tiba terdengar komentar seorang muslimah, "Iiih, itu kan nggak syar'i."  Komentar seperti itu sangat cepat mematikan kegembiraan seseorang."

Dia sampaikan, mestinya berita itu disambut gembira dengan komen positif, dan jika pun ada bagian dari curhatnya yang bertentangan dengan agama, pikir ulang dulu sebelum berkata, dan cari waktu yang tepat buat menyampaikana, kesempatan yang sekiranya dia siap menerima saran dan masukan dari kita. Itu satu bab saja. Bab yang lainnya lebih asyik lagi, dengan bahasa akrab, mudah dicerna serta contoh-contoh yang asyik buat dibaca, Mbak Asma terus mengalirkan nasihat bijaknya.

Related Posts:

JANGAN SAKITI MALAIKATKU

JANGAN SAKITI MALAIKATKU
Oleh: Arev Culle’

Okta keluar dari kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 23:50. Dia berjalan menaiki tangga menuju lantai dua. Terlihat membawa benda yang berkilau di tangan kirinya. Suara langkah kakinya di tangga memecah kesunyian malam itu. Pintu kamar orang tuanya terlihat sedikit terbuka. Ia mengintip sebentar kemudian berlalu pergi. Kamar kakaknya lah yang sedang ia tuju. Ia putar gagang pintu kamar kakaknya, ‘cklak’ ternyata tidak dikunci. Pelan-pelan ia buka pintu tersebut lalu  diam-diam masuk ke dalam dan menghampiri kakaknya yang sedang tertidur lelap.

Arin, sang kakak kemudian membuka matanya. Sudah hampir 10 menit sejak Okta memasuki kamarnya. Kini yang ia lihat adalah adiknya yang sedang duduk di sampingnya, di atas kasur. Ia seperti merasakan perih yang teramat sangat di bagian tangannya. Sadar kakaknya telah bangun, Okta kemudian menunjukkan sesuatu kepadanya di dalam kegelapan. Sambil tersenyum Okta mendekatkan sebuah potongan jari kelingking yang berlumuran darah ke wajah kakaknya. Mata Arin melotot melihatnya, tetesan darah segar menetes dari potongan jari tersebut, setetes-demi setetes jatuh ke wajahnya. Ia mencoba untuk berteriak. Tapi belum sempat Arin berteriak tiba-tiba ‘JLEB’ sesuatu yang dingin dan bersinar memantulkan cahaya bulan dari jendela kamarnya terasa menembus dada bagian kirinya. Seketika suaranya terhenti, rasa dingin dan perih menjalar ke seluruh tubuhnya. Kemudian terlihat Okta mencabut benda itu. Seketika darah segar mengalir membasahi bajunya, terus meresap hingga sprei kasurnya ikut memerah. Darah segar pun menetes dengan deras dari benda berkilau tersebut. Arin hanya bisa melotot memandangi wajah adiknya.

Jam tua di ruang tamu bawah terdengar berdentang menandakan tepat pukul 00:00. Kemudian Okta mendekatkan wajahnya ke telinga Arin. Lalu sambil tersenyum ia membisikkan sesuatu sebelum Arin menghembuskan nafas terakhirnya.

“Selamat ulang tahun Kakak....”

***

                10 April 1994 adalah hari yang bersejarah untuk Okta. Hari itu ia dilahirkan ke bumi ini dari rahim seorang wanita bernama Maya. Tak seperti orang tua kebanyakan, Rohman suami Maya terlihat tidak begitu senang dengan kelahiran putranya itu. Ia bersama Arin, putrinya yang saat itu masih berumur 3 tahun dan Somad mertuanya terlihat masih duduk di luar ruang operasi menunggu proses persalinan Maya. Tak lama kemudian seorang suster keluar dari ruang operasi,

“Keluarga Ibu Maya?” ucapnya sambil tersenyum.

“Iya kami Sus,” jawab Rohman panik.

“Selamat Pak, anak Bapak seorang laki-laki, silahkan masuk untuk melihatnya,” ucap sang Suster.

Kemudian Rohman, putrinya beserta mertuanya masuk ke dalam ruangan untuk melihat kondisi Maya dan bayinya. Terlihat istrinya sedang menggendong bayi yang sedang menangis kencang, senyum bahagia terpancar dari wajah Maya, bahkan terlihat air mata menetes dari kedua kelopak matanya yang sayu. Mengalir membasahi pipinya yang halus. Rohman terlihat hanya tersenyum simpul. Bahkan ia tak mau mengadzani bayi tersebut, sehingga Somad, ayah Maya yang akhirnya mengadzani cucunya itu.

“Untunglah kamu selamat, kalau sampai terjadi sesuatu terhadapmu aku tak akan pernah memaafkan anak itu,” ucap Rohman.

“Jangan kau benci anak ini Mas, anak ini tak berdosa. Biarlah aku yang menanggung semua kesal dan amarahmu. Jika kau ingin membenci, bencilah aku,” jawab Maya lirih.

“Seandainya bisa, aku pasti sudah sangat membencimu De, tapi entah kenapa rasa cintaku yang begitu dalam kepadamu membuatku tak bisa melakukannya”.

“Aku tau aku sangat berdosa kepadamu, jika kau bisa memaafkanku, kenapa kau tak bisa memaafkan anak ini juga?” tanya Maya.

“Dia bukan anakku!” ucap Rohman tegas.

Seketika suasana menjadi hening, Somad hanya bisa tertunduk mendengar percakapan anaknya dengan menantunya tersebut. Sementara Arin terdiam, tangannya terus menggandeng tangan ayahnya. Si jabang bayi telah berhenti menangis dan terlihat sedang mengendus-endus payudara Ibunya, mencari letak puting susu, untuk mendapatkan asi pertamanya. Air mata kebahagiaan Maya terlihat telah mengering, berganti dengan air mata kesedihannya yang deras menetes membasahi pipinya, melewati lesung pipinya yang manis terus mengalir ke dagunya  lalu menetes membasahi kepala si jabang bayi yang sedang asik menyusu.

“Mau kau namai siapa anak ini Mas?” tanya Maya.

“Terserah kau saja De, aku tak ingin memberikan nama apapun kepadanya, “ jawab Rohman ketus.

“Kalau begitu, ia akan kuberi nama OKTA DWI KURNIA,” ucap Maya sambil menciumi kepala si jabang bayi.

“Arin, sini nak, sapa adikmu ini, Okta namanya,” panggil Maya kepada putrinya.

Arin kemudian melepas tanganya dari gandengan sang ayah, lalu menghampiri sang Ibu dan adiknya. Ia terlihat sangat gembira, seperti berbicara sendiri kepada sang bayi. Sambil tangannya mengelus-elus pipi sang bayi yang masih kemerahan. Rohman kemudian duduk termenung di kursi dekat kasur. Ia seperti memikirkan sesuatu. Pandangannya kosong melihat ke arah istri dan kedua anaknya yang sedang bercanda-canda. Sementara mertuanya terlihat keluar ruangan lalu menelpon sanak saudara mereka yang lain untuk memberitahukan kabar gembira atas kelahiran cucunya tersebut.

***

Hari demi hari, bulan berganti bulan dan tahun demi tahun berlalu. Kini Okta sudah berusia 5 tahun. Tahun depan ia sudah tak sabar ingin merasakan bangku sekolah dasar. Sementara Arin kakaknya sekarang sudah kelas 3 SD. Arin tumbuh menjadi gadis yang nakal. Tak jarang ia menghina dan membuat nangis adiknya sendiri. Mungkin karena sering melihat ayahnya yang suka memarahi dan ringan tangan terhadap adiknya. Anak-anak banyak mempelajari sesuatu dari apa yang ia lihat dan dengar dari sekelilingnya. Jika lingkungannya baik, maka kemungkinan baik pula perilaku anak tersebut. Begitu juga sebaliknya. Apalagi tingkah laku orang tua yang setiap hari mereka lihat dan dengar. Kehidupan Okta bukanlah kehidupan masa kecil yang mudah, mungkin jika Ibunya tak sangat menyayanginya, ia kini sudah menjadi anak yang cacat atau bahkan lebih parah dibuang di jalanan. Tapi Ibunya tak pernah membiarkan itu terjadi, Sang Ibu selalu membela dan menjadi malaikat penyelamat untuknya ketika amarah dan kenakalan Ayah dan kakaknya mulai tertuju kepadanya. Bahkan tak jarang ia melihat Ibunya menjadi sasaran pukulan dan tamparan Ayahnya di depan matanya sendiri.

Kasih sayang dari Ibunya membuat Okta masih bisa merasakan senyum kebahagiaan di rumah yang suasananya kurang bersahabat untuknya. Ketika akhir bulan tiba, Ayahnya terbiasa membawakan makanan-makanan enak dan mainan untuk kakaknya. Tapi tidak pernah sekalipun Okta merasakannya. Bahkan robot-robotan gundam, satu-satunya mainan kesayangan yang ia punya didapatkan dari hasil menabung ibunya setiap hari. Lalu dibelikannya mainan itu secara diam-diam. Ketika ditanya oleh Rohman, Maya hanya menjawab itu adalah mainan bekas tetangganya yang diberikan kepada Okta. Jika Rohman sampai tau mainan itu adalah hasil tabungan dari sisa uang belanja yang diberikan kepada Maya. Mungkin mainan itu sudah habis dirusak oleh Rohman dan Maya akan babak belur dimarahinya.

***


Dulu Rohman adalah pria yang sangat penyayang. Bahkan berteriak kepada Maya pun tak pernah sekalipun ia lakukan, apalagi sampai menampar atau memukulnya. Ia begitu menyayangi istrinya itu. Istri yang telah ia cintai sejak masih di bangku SMP. Tapi ia tak pernah berani untuk mengungkapkannya. Barulah setelah mapan dan memiliki pekerjaan tetap, ia beranikan diri untuk melamar sang pujaan hatinya itu. Maya yang saat itu masih memiliki kekasih akhirnya menerima lamaran Rohman dan memutuskan hubungannya dengan sang kekasih. Bukan karena cinta ataupun sayang. Tapi orang tua Maya yang sudah terus memaksanya untuk segera berkeluarga. Sementara sang kekasih terlihat belum ada keseriusan untuk melamarnya. Akhirnya demi membahagiakan orang tuanya, Maya menerima lamaran Rohman dan mereka segera menikah.

Tahun pertama pernikahan, mereka begitu harmonis, terlihat mulai tumbuh benih-benih cinta di dalam hati Maya. Rohman pun begitu sangat menyayangi istrinya. Apapun ia lakukan hanya untuk membuat sang istri tersenyum bahagia. Kebahagiaan  selalu terpancar dari wajah Rohman, ia merasa sebagai pria paling beruntung di dunia. Wanita yang ia idam-idamkan dan cintai sejak lama, akhirnya kini menjadi miliknya. Kerja keras dan usahanya untuk meraih kemapanan membuahkan hasil. Hidupnya kini terasa sempurna, harta, pekerjaan dan wanita pujaannya kini telah ia dapatkan semua. Bahkan di tahun kedua pernikahannya, kebahagiaannya makin sempurna dengan lahirnya seorang anak perempuan dari buah cinta mereka, ARINI EKA HIDAYAT namanya, mengambil nama belakang dari sang ayah yang berbahagia ROHMAN HIDAYAT.

Namun kebahagiaan mereka tak berlangsung lama. Wahyu, mantan kekasih Maya tiba-tiba hadir di tengah rumah tangga mereka. Tanpa sepengetahuan Rohman, Wahyu mulai mencari tahu keberadaan Maya, lalu mencoba menghubunginya. Akhirnya lewat perantara Facebook, Wahyu berhasil mendapatkan nomer Maya. Maya yang sadar ia telah memiliki suami dan seorang anak, mencoba untuk tak terlalu menggubris Wahyu agar keutuhan rumah tangganya tetap terjaga. Sementara Wahyu sedikit demi sedikit mulai mencoba masuk ke dalam kehidupan rumah tangga mereka, lewat alih-alih sekedar bersilaturahmi dan menjaga hubungan baik. Maya pun tak ingin berfikir negatif, walau merespon tiap pesan yang di kirimkan oleh Wahyu, ia tetap merespon seperlunya dan tak membalasnya jika memang bukan hal yang penting. Bahkan riwayat obrolan dan kotak masuk di handphonenya langsung ia hapus agar Rohman tak cemburu dan berburuk sangka kepadanya.

Hingga pada suatu hari saat Rohman dan Maya sedang menonton tivi di ruang tamu, tiba-tiba handphone Maya bergetar. Terlihat di layar ada panggilan masuk dari sebuah nomor. Ia sadar itu adalah nomor mantan kekasihnya yang sengaja tak ia simpan. Jantungnya berdegup kencang, ia putuskan untuk tak mengangkat telepon itu. Beberapa menit kemudian akhirnya handphonenya berhenti bergetar.

“Dari siapa De, kok ga di angkat?” tanya Rohman.

“Dari nomor asing Mas, udah biarin aja paling orang iseng,” jawab Maya panik.

Kemudian handphone kembali bergetar, nomor yang sama kembali memanggil.

“Itu bunyi lagi De, coba angkat dulu siapa tau penting,” ucap Rohman.

“Iya Mas,” jawab Maya ragu-ragu.

Ia terus memandangi handphonenya, berharap benda itu segera berhenti bergetar dan tak berbunyi lagi. Tapi kemudian ia berpikir, jika sampai Mas Rohman yang mengangkat bisa gawat nantinya. Akhirnya ia ambil handphonenya dan memencet tombol bergambar gagang telepon warna hijau di handphonenya.

“Halo assalamu’alaikum”.

“Wa’alaikumsalam May, kok lama sih ngangkatnya?” tanya Wahyu.

“Wah maaf Mas, salah sambung. Kami ga pernah memesan asuransi,” jawab Maya mengarang.

“Kamu ngomong apa sih May?” tanya Wahyu heran.

“Iya Mas, terima kasih. Tapi maaf kami belum butuh. Jangan menelpon ke sini lagi ya Mas,” jawab Maya kemudian langsung memencet tombol merah di handphonenya.

Tut... tut... tut... telepon terputus.

“Dari siapa De?” tanya Rohman.

“Itu Mas, biasa sales asuransi lagi cari konsumen,” jawab Maya coba menutupi.

“Oh tumben kok asuransi nelpon malem-malem ya?” Rohman sedikit heran.

“Ahh lagi kejar target mungkin mereka, udahlah ga usah dipikirin, ke kamar aja yuk Mas, Arin udah bobo kayanya, aku kedinginan nih, pengen yang anget-anget,” rayu Maya mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Hahaha, bisa aja kamu De, yaudah ayo, Mas juga pengen cari yang anget-anget nih,” jawab Rohman manja.

Tiba-tiba handphone Maya kembali bergetar, ada satu pesan masuk. Maya membukanya, ‘Kamu kenapa si May, ini aku Wahyu’.

“Sms dari siapa De?” tanya Rohman.

“Dari Operator Mas, masa aktifnya mau habis katanya, hahaha,” jawab Maya asal.

“Yaudah ayo kita ke kamar De,” ajak Rohman.

“Yaudah Mas duluan aja, aku mau kunci pintu sambil liat Arin dulu, nanti aku susul,” jawab Maya.

“oh, yaudah jangan lama-lama ya”.

“Iya sayaaaaaang, tunggu aku ya,” jawab Maya sambil mencium Rohman.

Rohman pun naik ke lantai atas, menuju kamar mereka. Maya lagsung membuka handphonenya lalu membalas pesan dari Wahyu, ‘Iya aku tau, aku sudah berkeluarga. Tolong jangan pernah hubungi aku lagi!’. Setelah pesan terkirim ia segera  menghapus pesan masuk dan pesan keluarnya, lalu mematikan handphonenya, kemudian meletakkanya di atas meja. Ia segera mengunci pintu rumahnya, kemudian naik ke lantai dua, mengintip putrinya yang sedang tertidur di ranjang kecil di dalam kamar. Perlahan-lahan ia tutup pintu kamar agar putrinya tak terbangun. Lalu segera menuju ke kamarnya, menemui suaminya yang telah menunggunya.

Bersambung...

Related Posts:

MENYAYANGI DIRI SENDIRI

Terinspirasi Bismilllah, dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, mari kita jalani hidup ini dengan penuh kesih sayang. Sebuah ajakan basi namun nyatanya, masih belum bisa sepenuhnya kita lakukan sampai sekarang. 

Menyayangi orang lain, menyayangi diri sendiri, menyayangi lingkungan, menyayangi pekerjaan.

Seorang teman kerja saya, Alie Isfah namanya, bisa menjadi inspirasi bagaimana cara menyayangi diri sendiri. Sebuah rasa penasaran timbul dalam benak saya saat  menemukan mengapa di kamar mandi ada garam. Untuk apa itu garam, apa gunanya itu garam. Pernah mendengar garam bisa membunuh bakteri, mungkinkan garam ini suka digunakan buat mencuci? Tapi siapa juga karyawan di sini yang mencucinya menggunakan garam? Dari pana pula ilmunya. Jika benar demikian, betapa inovatifnya dia. Penemuan ini bisa dikembangkan menjadi bisnis besar tentunya. Tapi siapa.

Waktu saya jujur bertanya terus terang kepada sesama karyawan, mereka jawab, yang menyimpan garam di kamar mandi itu Alie Isfah. Saya tanya lagi, memangnya buat apa? Mereka jawab, mungkin buat wajah.

Lho kok bisa?

Belum puas rasa penasaran, saya tanyakan langsung kepada orangnya.


"Mas Alie, beneran itu garam buat wajah?"

"Iya, coba saja!"

"Dicampur lotion lain tidak?"

"Tidak, cukup garam saja. Coba, kepada wajah jadi lebih halus."


Hahaha, ada-ada saja. Dari mana pula ini orang menemukan idenya. Tapi memang benar. Alie Isfah putih bersih wajahnya.

Bagi saya, teman karyawan satu ini, inspirasi indah bagaimana cara berkasih sayang. Dia inspirasi saya bagaimana mencintai diri sendiri. 

BERILAH MAKANAN YANG BAIK
BERILAH PAKAIAN YANG BAIK
TIDURLAH CUKUP
BERSIHKAN GIGI, BERSIHKAN KAKI

Bukan hanya kepada diri sendiri, kepada kawan pun begitu, Alie Isfah lebih suka berkasih sayang. Jika terjadi masalah, dia lebih suka menyanggah secara halus daripada frontal melakukan perdebatan. Saya perhatikan, caranya berdebat dengan orang di facebook, dia lebih suka berlemah lembut daripada bersikap kasar menyerang. Dengan saya juga pernah, tapi bukan di facebook. Ini dalam keseharian. Jadi ceritanya, kebiasaan pagi saya adalah menyediakan nasi buat sarapan. Sangat mudah, tinggal mencuci beras, memasukkannya ke mejikom, nyalakan, cuma itu yang saya lakukan. Tinggal menunggu sekitar satu jam, sambil facebookan, dan...matang. 

Waktu Alie Isfah makan, dia katakan, nasi masakan saya terlalu keras. Untuk sekali ini saya berkata, "Oh ya!". Dan diam meski dalam hati berkata, saya memang suka nasi keras daripada lembek. Nasi lembek itu makanan orang sakit usus. Alie Isfah katakan, supaya lembek, setelah airnya kering, nasi itu harus diaduk. Saya diam tidak menjawab. Untuk kali ini, hati bisa saya damaikan. Namun hari berikutnya, saya nanak nasi lagi. Waktunya Alie Isfah makan, kembali lagi dia berkomentar, "Siapa saja yang menanak nasi, ini supaya tidak keras, setelah airnya kering, nasinya diaduk-aduk..." Bukannya saya terima, malah saya sanggah, "Ya, besok-besok yang masak Mas Alie saja" sinis, dan beberapa menit tidak mau lagi bicara. "Masak sendiri saja. Saya lebih suka nasi yang keras."

"Ok ya ya."

Sudah, tidak dia teruskan. Padahal sikap saya barusan. sangat tidak menyenangkan. Suatu kesombongan, menolak nasihat orang. Setelah itu, saya tidak bicara. Diam saja, tidak menyahut saat ditawari makan. Namun saya, tak bisa berdiam lama. Ada lagu, ada film yang jadi topik perbincangan karyawan, tidak tahan ingin memberikan komentar, dan Alie Isfah pun masuk para obrolan, komunikasi pun kembali cair. 

Related Posts:

TEKAD SAYA DI KOTA INI

Kalau pun saya tidak jadi kerja di sini, saya akan minta ijin buat numpang hidup, saya akan melakukan bisnis sendiri. Saya akan menghabiskan waktu buat konsesntrasi menulis buku, saya akan jualan menawarkan barang, saya akan melakukan berbagai cara supaya saya mendapatkan uang di sini....dengan cara saya dan tidak terikat aturan perusahaan. 

Saya akan tetap di sini, betah euy.


Biar saya menjadi gelandangan sekalipun, biar saya menjadi orang gila sekalipun. Kalau pun saya gagal dan bangkrut, itu menarik, dan jika berhasil, justru itulah yang saya inginkan. 

Saya akan menawarkan sebanyak mungkin barang via facebook, dan melakukan bisnis sambil melakukan banyak sedekah.

Saya akan menekuni sebuah bidang pengetahuan, kemudian menyampaikannya dengan tulisan. 

Apakah hal kecil bisa menjadi karya tulis besar?

Ingat, dari atom kecil, jika orang bisa membuka dan membelahnya, maka dia bisa menjadi energi besar. Energi nuklir, yang bisa menimbulkan energi reaksi fusi, atau reaksi berantai, yaitu saling tertumbuknya atom dan atom dan hancur dalam waktu singkat. Demikian juga dari hal apapun nama-nama di muka bumi ini, jika saya bisa membelahnya, membukanya, dan menyajikannya, maka itu bisa menjadi karya tulis besar. Sebuah tulisan yang energinya akan terus berantai, saling menumbuk seperti pengaruh bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. 

Maka, ide menulis itu bertebaran di mana-mana.

KONSENTRASI MENULIS

Seseorang sedang membelah kelapa. Saat membelah itu dia dikerubungi banyak orang. Orang-orang itu teriak mengomentari ini itu kepadanya. Nah, yang lebih cepat itu terus membelah kelapa atau terus mempedulikan omongan orang di kanan kiri. Terlalu mempedulikan omongan orang di kanan kiri, menghambat kecepatan mengupas kelapa.

CANGKIR KOTOR

Dari cangkir kotor yang menumpuk di wastafel, mengapa saat kita mau mencuci dan menatanya di lemari bisa mengubah seuatu yang berantakan dan kotor menjadi sesuatu yang indah? Itulah kehebatan dari sebuah tindakan! Bertindak, bertindak, dan bertindak! Takkan ada perubahan tanpa tindakan!

Related Posts: