Rp. 58.000
Diskon: 10%
Diskon: 10%
Di
kampung saya mengalir sebuah sungai. Cukup panjang lubuknya. Orang
paling banyak dapat ikan, adalah orang yang paling pandai memanfaatkan
alat. Dia biasanya punya rakit, punya jaring--bukan satu dua jaring,
tapi banyak, namun yang terpenting dari semua itu, dia mau memanfaatkan
alatnya.
Memanfaatkan alat. Itu kunci terpentingnya.
Dan Pak Isa, menjadikan facebook, alat menangkap inspirasi.
Dan Pak Isa, menjadikan facebook, alat menangkap inspirasi.
Di tengah kesibukannya yang super padat: Mengurus penerbitan, pemasaran buku, jumpa penulis, peluncuran film, membina para staf, berbagi ilmu dalam berbagai workshop, masih sempatkan juga dia buka facebook, memeriksa karya penulis di grupnya, Komunitas Bisa Menulis, intens memberikan kritikan, hingga ke detail-detail tulisan. Saat itu, banyak orang--termasuk saya--mengira itu pekerjaan tidak berguna. Menghabiskan waktu saja. Terus saja ngurus tulisan orang lain, sedang sendiri, belum juga menghasilkan karya. Itulah sebabnya saat itu, saya lebih suka konsen ke tulisan sendiri.
Tapi Pak Isa tidak. Dia tahu banyak penulis butuh masukan, butuh kritikan. Dia tahu, banyak penulis butuh perhatian. Mereka, lebih bersemangat jika tulisannya dapat komentar sana-sini. Maka Pak Isa "memberikan" dirinya. Kadang saya temukan, dia online larut malam sampai subuh. Tulisan pendek, tulisan panjang, tulisan sedang, puisi, cerpen, artikel yang masuk ke grupnya dia periksa dan berikan kritikan. Dia ingatkan, jika sebuah opening kurang nendang. Dia juga tunjukkan, jika sebuah karakter kurang kuat. Dia beritahu, jika endingnya kurang mengena. Dia sarankan, jika tuliran tanpa lanjaran. Dan seterusnya. Dan ketika itu saya berpikir, itu kerjaan buang-buang waktu.
Namun bagi Pak Isa
Tidak.
Dia punya prinsip memberi.
Dengan memberi, dia katakan, dia mendapatkan sesuatu.
Mendapatkan sesuatu, demikian tulis dia dalam sebuah komentar.
Kata-katanya itu, meski terbaca di mata, terngiang-ngiangnya di telinga.
"Saya mendapatkan sesuatu" terus terngiang-ngiang.
"Mendapatkan sesuatu" terngiang-ngiang.
"Sesuatu."
Pertanyaan saya: Sesuatu itu apa?
Jadi penasaran, sebenarnya yang dia maksud "sesuatu" itu apa?
Dari aksinya itulah lahir buku ini: "101 Dosa Penulis Pemula".
Terbukti dalam buku ini, kesalahan beberapa penulis langsung dia sebutkan dengan namanya.
Lama saya ingin baca buku ini, belum kesampaian juga. Beberapa kali ke Gramedia, menemukan buku ini, namun bersegel. Meski pengunjung boleh buka segel, namun entah kenapa, rasanya pada buku ini tak tega. Jadi, cuma bisa menatap judulnya: 101 Dosa Penulis Pemula. Kemudian warna sampulnya, hitam, menyeramkan, ditambah gambarnya: Pak Isa, bak detektif Conan, sedang membawa lensa, tatapannya tajam, bagai drakula menatap mangsa. Ingat Edwad Cullen di film "Twilight". Eh itu, Drakula Apa Vamvire?
Sekarang, berkunjung ke ANPH, baru bisa baca.
Memang luar biasa.
Ah, Anda sudah tahu dari dulu.
Satu dari sekian banyak kelebihan buku ini adalah, Anda membuka halaman mana saja, akan langsung mendapatkan ilmu, karena setiap bab, mengandung pelajaran tegas tersendiri. Misalnya sekarang, saya buka sembarangan, langsung masuk halaman 138. Membahas dosa ke 47. Ending Buru-Buru. Langsung deh saya temukan sesuatu. Banyak penulis, membuat ending terlalu instan. Tokoh utama terlalu mudah mendapatkan kemenangannya. Setelah membaca ini, saya temukan beberapa sebab. Pertama, menulis tanpa rencana. Kedua, opening dibuat terlalu panjang, hingga tanpa sadar, tulisan sudah terlalu banyak energi menulis nyaris habis, sedang nafsu, sudah ingin selesai. Dalam keadaan ini, ambil jalan pintas.
Haha, saya ingat, ending paling basi adalah dengan membunuh antagonisnya.
Itulah catatan dosa Pak Isa Alamsyah yang dia kumpulkan di dalam buku "101 Dosa Penulis Pemula"
Itulah catatan dosa Pak Isa Alamsyah yang dia kumpulkan di dalam buku "101 Dosa Penulis Pemula"
0 Response to "Buku 101 Dosa Penulis Pemula"
Post a Comment