Dari judulnya saja kurang menarik: "Buah Hati Mamah". Sudahlah film jadul, gambarnya suram, ceritanya pasti gak asik.
Tapi lama-lama, penasaran juga. Ini film menceritakan apa sebenarnya?
Bintang-bintangnya cukup ternama: Sophan Sphiaan dan Widya Wati.
Tapi lama-lama, penasaran juga. Ini film menceritakan apa sebenarnya?
Bintang-bintangnya cukup ternama: Sophan Sphiaan dan Widya Wati.
Saya putar. Dan gambar suram pun tampil. Langsung saya rasakan, suasana film jadul, yang jika filmnya diputar, ada plak-pluk noda bermunculan. Jadi serasa jongkok di lapang, nonton pertunjukan layar tancep.
Yang buat saya penasaran, "film ini diadaptasi dari cerita pendek berjudul 'Jangan Menangis Mama', pemenang sayembara cerpen Femina, karya Makmur Hendrik", begitu tertulis di Wikipedia. Semakin penasaran lagi saat baca, ini film meraih penghargaan FFI 1981 untuk nominasi pemeran wanita terbaik (Widya Wati) dan tata sinematografi terbaik (Ismaun).
Semakin penasaran. Memangnya sebagus apa?
Semakin penasaran. Memangnya sebagus apa?
Setelah saya tonton, rupanya film ini bukan sekedar cerita anak. Melainkan sebuah film keluarga lengkap dengan sejuta masalahnya. Hendrik, seorang pekerja KBRI semula hidup senang di Negara Belanda. Kehidupan terjamin. Kemudian pulang ke Indonesia karena kecintaan dia pada negerinya, dan berniat merajut kehidupan di sana. Sebagai bekal buat hidup di negaranya yang baru menggeliat itu, dia sempat belajar menjadi pengatur lalu lintas udara. Akan tetapi Nona (Widyawati), istrinya, tidak terima. Kehidupan sebelumnya, di Negeri Belanda enak. Kebutuhan rumah tercukupi, beras tak perlu membeli, fasilitas juga lebih lengkap di luar negeri sana, namun jawaban Hendrik selalu sama, Indonesia ini negeri kelahiran saya, tanah tumpah darah, susah buat bangga dengan negeri orang.
Tapi kegusaran Nona susah reda, terus dia ulang segala fasilitas dan kemudahan di negeri Belanda, dan membandingkannya dengan kesengasaraan di sini. Lihat saja, TV saja hitam putih. Kurang nikmat nontonnnya. Anak-anak merengek, minta dibelikan TV berwarna. Hendrik bingung, karena itu jalan satu-satunya, dia harus merelakan piano kesayangannya dilelang. TV pun dia dapatkan, meski uang hasil penjaulan piano baru cukup buat uang mukanya saja.
Bukan cuma dengan suami, Nona pun seringkali konflik dengan anaknya, terutama Eka (Nyonyo Sabir) yang malangnya selalu menjadi kambing hitam. Misalnya, dalam pertengkaran di sekolah, Eka bertengkar dengan teman dia, hingga si Teman menghina ayahnya. Eka tidak terima, maka temannya itu dia ajak berkelahi. Pulang ke rumah, bapak dan mamah tahu. Eka beralasan membela ayahnya, namun dia tetap disalahkan.
Kali lain, sepulang sekolah, dia berkenalan dengan anak jalanan. Seorang anak gelandangan dengan kerja serabutan. Selain jualan es, anak itu pun punya pekerjaan memungut bola tenis. Eka ikut pula dengannya, kemudian, membawa bola tenis itu ke rumah. Melihat itu, Mamah mengingatkan, jangan main bolah di rumah. Belum semenit berselang, terdengar sebuah benda pecah. Noa berdiri, masuk ruang keluarga. "Ekaaaaaa!!!!". Ternyata benda yang pecah itu Televisi.
MUNTAB!!!
Amarah muntah. Tanpa pikir panjang, Eka dia siksa, dipukul-pukul pantatnya, hingga berkali-kali. "Barang belum lunas, sudah kamu rusak!"
Tak henti-hentinya terus disiksa. Saat ayah mendekat ingin membela, mamah teriak, "Jangan medekat! Anak ini harus diberi pelajaran." tak seorang pun bisa menolong. Mamah kemudian mengurung Eka dalam kamar mandi. Saat dikurung itulah, Putri, adik Eka, sambil menangis memberi tahu, yang salah bukanlah Eka, tapi kakaknya Eka, yaitu Indra. Indra mengakuinya. Mamah menyesal, membebaskan Eka dari kamar mandi.
Kejadian itu sangat membekas di hati Eka. Dia pikir, mamah sudah pilih kasih, mamahnya hanya sayang kepada anak lain, sedangkan padanya tidak. Eka pernah bertanya kepada Ayah surga itu apa. Ayahnya menjawab, surga adalah tempat yang tenang. Eka rasakan di dalam rumahnya tidak ada ketenangan, namun dia lihat, si anak jalanan itu hidup dengan penuh ketenangan. Maka sepulang sekolah, dia putuskan tidak kembali ke rumah.
Sejak itulah Eka tak pulang. Mulailah mamah gelisah. Seperti lajimnya seorang ibu, dia menyesal. Menyesali perbuatannya selama ini kepada Eka. Ketidakadilannya. Dia menyesal. Berhari-hari, Eka tak juga pulang. Ke sekolah pun tidak datang. Entah di mana.
Malam hari, Hendrik terjaga, meraba seprei, instrinya tidak ada. Hendrik kaget. Ke mana istrinya. Pahdal hujan begini lebat. Keluar kamar, rupanya Nona di sana, sudah memakai jas, hendak pergi.
"Mau ke mana Nona?"
"Aku mau menyusul Eka, kasihan dia kelaparan, kehujanan."
"Mau menyusul ke mana, lagi pula kamu tidak tahu di mana dia berada."
Film ini benar-benar menyentuh, menguras air mata. Sebuah situs menyebut, film BUAH HATI MAMAH sebagai satu di antara sekian banyak film penguras air mata, selain film RATAPAN ANAK TIRI, TETESAN AIR MATA IBU, DI MANA KAU IBU, JANGAN AMBIL NYAWAKU, TAK SEINDAH KASIH MAMAH, dan yang lainnya.......
Setalah nonton film ini, beberapa kesan saya dapatkan...antara lain, GUNCANGAN KELUARGA ITU BIASA, tidak dari masalah anak, mungkin dari masalah ekonomi. Tidak dari masalah ekonomi mungkin dari masalah bertetangga, dan masalah-masalah lainnya. GUNCANGAN itu sendiri bukan sebuah bencana, yang benar-benar bencana adalah, kesalahan cara menghadapinya. Ah ini kata bijak basi.
"Mau ke mana Nona?"
"Aku mau menyusul Eka, kasihan dia kelaparan, kehujanan."
"Mau menyusul ke mana, lagi pula kamu tidak tahu di mana dia berada."
Film ini benar-benar menyentuh, menguras air mata. Sebuah situs menyebut, film BUAH HATI MAMAH sebagai satu di antara sekian banyak film penguras air mata, selain film RATAPAN ANAK TIRI, TETESAN AIR MATA IBU, DI MANA KAU IBU, JANGAN AMBIL NYAWAKU, TAK SEINDAH KASIH MAMAH, dan yang lainnya.......
Setalah nonton film ini, beberapa kesan saya dapatkan...antara lain, GUNCANGAN KELUARGA ITU BIASA, tidak dari masalah anak, mungkin dari masalah ekonomi. Tidak dari masalah ekonomi mungkin dari masalah bertetangga, dan masalah-masalah lainnya. GUNCANGAN itu sendiri bukan sebuah bencana, yang benar-benar bencana adalah, kesalahan cara menghadapinya. Ah ini kata bijak basi.
0 Response to "Nonton Film Jadul: BUAH HATI MAMAH"
Post a Comment