MENYAYANGI DIRI SENDIRI

Terinspirasi Bismilllah, dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, mari kita jalani hidup ini dengan penuh kesih sayang. Sebuah ajakan basi namun nyatanya, masih belum bisa sepenuhnya kita lakukan sampai sekarang. 

Menyayangi orang lain, menyayangi diri sendiri, menyayangi lingkungan, menyayangi pekerjaan.

Seorang teman kerja saya, Alie Isfah namanya, bisa menjadi inspirasi bagaimana cara menyayangi diri sendiri. Sebuah rasa penasaran timbul dalam benak saya saat  menemukan mengapa di kamar mandi ada garam. Untuk apa itu garam, apa gunanya itu garam. Pernah mendengar garam bisa membunuh bakteri, mungkinkan garam ini suka digunakan buat mencuci? Tapi siapa juga karyawan di sini yang mencucinya menggunakan garam? Dari pana pula ilmunya. Jika benar demikian, betapa inovatifnya dia. Penemuan ini bisa dikembangkan menjadi bisnis besar tentunya. Tapi siapa.

Waktu saya jujur bertanya terus terang kepada sesama karyawan, mereka jawab, yang menyimpan garam di kamar mandi itu Alie Isfah. Saya tanya lagi, memangnya buat apa? Mereka jawab, mungkin buat wajah.

Lho kok bisa?

Belum puas rasa penasaran, saya tanyakan langsung kepada orangnya.


"Mas Alie, beneran itu garam buat wajah?"

"Iya, coba saja!"

"Dicampur lotion lain tidak?"

"Tidak, cukup garam saja. Coba, kepada wajah jadi lebih halus."


Hahaha, ada-ada saja. Dari mana pula ini orang menemukan idenya. Tapi memang benar. Alie Isfah putih bersih wajahnya.

Bagi saya, teman karyawan satu ini, inspirasi indah bagaimana cara berkasih sayang. Dia inspirasi saya bagaimana mencintai diri sendiri. 

BERILAH MAKANAN YANG BAIK
BERILAH PAKAIAN YANG BAIK
TIDURLAH CUKUP
BERSIHKAN GIGI, BERSIHKAN KAKI

Bukan hanya kepada diri sendiri, kepada kawan pun begitu, Alie Isfah lebih suka berkasih sayang. Jika terjadi masalah, dia lebih suka menyanggah secara halus daripada frontal melakukan perdebatan. Saya perhatikan, caranya berdebat dengan orang di facebook, dia lebih suka berlemah lembut daripada bersikap kasar menyerang. Dengan saya juga pernah, tapi bukan di facebook. Ini dalam keseharian. Jadi ceritanya, kebiasaan pagi saya adalah menyediakan nasi buat sarapan. Sangat mudah, tinggal mencuci beras, memasukkannya ke mejikom, nyalakan, cuma itu yang saya lakukan. Tinggal menunggu sekitar satu jam, sambil facebookan, dan...matang. 

Waktu Alie Isfah makan, dia katakan, nasi masakan saya terlalu keras. Untuk sekali ini saya berkata, "Oh ya!". Dan diam meski dalam hati berkata, saya memang suka nasi keras daripada lembek. Nasi lembek itu makanan orang sakit usus. Alie Isfah katakan, supaya lembek, setelah airnya kering, nasi itu harus diaduk. Saya diam tidak menjawab. Untuk kali ini, hati bisa saya damaikan. Namun hari berikutnya, saya nanak nasi lagi. Waktunya Alie Isfah makan, kembali lagi dia berkomentar, "Siapa saja yang menanak nasi, ini supaya tidak keras, setelah airnya kering, nasinya diaduk-aduk..." Bukannya saya terima, malah saya sanggah, "Ya, besok-besok yang masak Mas Alie saja" sinis, dan beberapa menit tidak mau lagi bicara. "Masak sendiri saja. Saya lebih suka nasi yang keras."

"Ok ya ya."

Sudah, tidak dia teruskan. Padahal sikap saya barusan. sangat tidak menyenangkan. Suatu kesombongan, menolak nasihat orang. Setelah itu, saya tidak bicara. Diam saja, tidak menyahut saat ditawari makan. Namun saya, tak bisa berdiam lama. Ada lagu, ada film yang jadi topik perbincangan karyawan, tidak tahan ingin memberikan komentar, dan Alie Isfah pun masuk para obrolan, komunikasi pun kembali cair. 

Related Posts:

0 Response to "MENYAYANGI DIRI SENDIRI"

Post a Comment