HP: 085723962260
Aku bisa memahami bagaimana sakit dan terpuruknya berpisah dengan pasagan hidup, ditambah lagi harus membesarkan anak seorang diri. Sungguh bukan hal yang mudah. Tapi ini tidak adil juga untuk hidup Bilfa. Mengapa dia yang harus jadi korban atas perpisahan orang tuanya?
Mami Bilfa tak pernah mengajarinya mengenal Allah lebih dekat. Di mataku, dia hanya sibuk membahagiakan diri sendiri, dengan harapan bisa menghapus sama sekali luka di masa lalu.
Yang membuatku semakin terenyuh saat Bilfa berkata, "Aku rindu Ayah. Aku akan mencarinya ketika menikah nanti. Aku ingin ayah yang menijkahkanku kelak," lemah suaranya memeceah angin sepoi di mushola siang itu.
Tanpa berkatap-kata lagi aku langsung memeluknya. Bilfa mulai sesenggukan. Mukenaku terasa basah oleh butiran air bening yang jatuh dari matanya. Aku tak melihat wajahnya persis, tapi aku yakin tampang sangar itu benar-benar berganti wajah sendu.
"Kelak aku akan menemanimu mencari ayah," bisikku pelan.
Dia hanya membalas dengan anggukan pertanda setuju. Aku sangat berharap pembicaraan kami di rumah Allah siang itu akan diaminkan malaikat. Semoga Allah akan mempertemkan Bilfa dan ayahnya di saat yang tepat nanti. Semoga.
=========================
Cuplikan di atas, berasal dari cerita Bilfa Rindu Ayah, karya Rieska Ambara, yang terkumpul dalam buku "Jangan Bercerai Bunda".
Perceraian boleh dibilang krusial dalam rumah tangga. Di ranah infotaiment, perceraian adalah konsumsi menarik. Tak di rmah, di jalan, bahkan di pengadilan, para artis yang terguncang rumah tangganya jadi buruan para "kuli tinta".
Penyebab perceraian bisa beragam hal. Mulai masalah ekonomi hingga hadirnya orang ketiga. Penulisan artikel ini saya selang-selingi dengan nonton film Soekarno. Sebuah film kontroversial besutan Sutradara Hanung Brahmantyo. Saat mesra-mesranya hubungan dia dengan istrinya Inggit, seorang istri yang setia bahkan ikut ke pembangan, datang perempuan baru: Fatmawati (Tika Bravani). Mendengar suaminya, Soekarno (Ario Bayu) akan menikahi Fatmawati, Inggit ngamuk dan melemparkan barang-barang. Bagi seorang istri masalah ini bukan perkara ringan. Jarang yang tahan, sebagian wanita lebih suka memilih perceraian.
Itu satu dari sekian banyak alasan mengapa sebuah rumah tangga sampai terguncang. Dalam buku ini, "Jangan Bercerai Bunda" guncangan itu tersaji dalam drama beragam. Beragam penyebab, akibat, dan jalan ceritanya. Dari hanya sekedar bayang-bayang, sampai yang benar-benar berantakan. Dari yang disebabkan masalah ekonimi, ketidaksetujuan orang tua, beda keyakinan, hingga masalah tidak punya anak. (Eh, bener tidak sih ada yang disebabkan masalah itu? Jujur saja, saya membacanya cuma sekilas. Jika Anda penasaran, buka saja sendiri).
Setelah baca buku ini, Anda akan dapatkan beragam pengalaman, untuk menjadi cermin, agar kekeliruan yang pernah orang lain lakukan, jangan sampai oleh kita terulang.
Buku ini tersaji dalam bentuk cerita. Dan cerita itu lebih mengesankan daripada paparan. Orang tua dahulu wariskan pengajaran, turun-temurun, dari generasi ke generasi, dengan cara bijak, melalui cerita demi cerita. Cerita memang punya kekuatan lebih dalam mengantarkan pesan. Dan dengan buku ini, sambil belajar antisipasi dan waspada terhadap apa saja penyebab perceraian rumah tangga, kita pun dibawa hanyut bersama aliran gelombang cerita.
0 Response to "Buku Jangan Bercerai Bunda"
Post a Comment