Memangnya apa yang terjadi?
Pembaca, sebelum Anda lanjutkan membaca cerita saya, alangkah baiknya ambil dulu kopi. Mungkin membaca cerita ini, enaknya sambil bersantai.
Jujur saja, akhir-akhir ini saya benci kepada ayam. Karena binatang bodoh itu, kerjanya cuma merusak. Bayangkan, karena ayam berkeliaran, orang sekampung susah tenteram punya tanaman di pekarangan. Tanam cabe dipatuk ayam, tanam tomat dirusak ayam, tanam bayam dimakan ayam, dan saya sekarang, menanam kangkung, sedang segar-segar benihnya tumbuh, jika saya datang ke ladang, dari jauh sudah tampak, ayam jantan ayam betina dan anak-anaknya, sekeluarga asyik di ladang kangkung saya.
Dan sekarang, melihat ayam itu asyik di ladang, saya langsung mengambil batu, batu tajam, serpihan sisa tukang batu kemarin, yang membelah batu di sana. Dengan jari tangan, batu itu baik-baik saya posisikan. Setelah beberapa langkah, enak sekali batu itu saya lemparkan, meniru gaya melempar seorang ninja. Krekkkk....keakkkkk....keaaakkkk.....si ayam betina teriak-teriak. Sayapnya mengepak-ngepak, mau terbang, tapi kakinya runtuh. Hanya berputar-putar di sana.Praktis benih kangkung saya semakin rusak. Langkah saya cepat, mendekati ayam itu. Tampaknya ingin kabur, tapi tak berdaya. Saya dekati, dan ambil, dia teriak-teriak keras. Anaknya menghindar, namun tak lari jauh, mungkin kebingungan, induknya saya pegang.
Buntung! Ayam betina ini buntung! Saya lihat, potongannya tergeletak di bawah rerimbunan kangkung. Namun saya, tahu ayam ini buntung, bukannya merasa kasihan, malah melemparkannya ke sawah berlumpur.
"Hee......itu ayam saya Kamu apakan?" bentak seorang nenek. Saya tengok, oh Bi Ining, nenek bungkuk cerewet itu. Ternyata dia pemiliknya.
"Kamu apakan ayam saya?!!!!" teriaknya lagi. Dia turunkan dulu ember cucianya, lalu susah payah berjalan di pematang sawah, mendekati ayamnya, dan....
"Dana! Lihat, ini hasil perbuatanmu! Kakinya buntung."
"Syukurin! Sengaja saya buntungi!"
"Salah ayam saya apa?" semakin kencang.
"Salah ayam Bi Ining, adalah mengganggu tanaman saya!"
"Tapi jangan begini dong caranya! Cukup usir, nanti juga pergi!"
"Biar jera. Kalau kakinya sudah buntung begitu, takkan lagi dia jalan sana-sini merusak ladang orang."
"Kamu tahu ayam ini punya saya? Saya cape mengurusnya, membiayainya, beli dedak, membesarkannya, tapi dengan seenaknya, sekarang kamu buntungi."
"Ya, justru bagus, ini kesempatan saya memberi Bi Ining pelajaran!"
"Pelajaran apa?"
"Setalah ini, Bi Ining saya harap selalu mengandangkan ayamnya, karena ayam itu mengganggu!"
"Dana, yang merasa terganggu itu cuma kamu. Orang lain aman-aman saja, tidak ada yang mengeluh."
"Di depan Bi Ining tidak mengeluh. Di belakang, ini saatnya Bi Ining tahu, mereka sangat terganggu dengan ayam-ayam Bi Ining. Ayam-ayam itu naik teras rumah, padahal masih pagi, dan teras itu baru dipel. Bukan hanya itu, ayam Bi Ining juga yang menyebabkan, orang sekampung sungkan lagi bercocok tanam di depan rumah. Kenapa? Sebab tiap kali mereka menanam, ayam Bi Ining datang menyerang. Mengganggu Bi! Ayam bi Ining sangat mengganggu!"
"Dana! Ngaca! Kamu ini siapa. Di sini tuh kamu cuma numpang. Ini kampung orang. Kamu makan di kampung orang!"
"Tapi saya tidak makan di rumah tua bangka macam Bi Ining! Tua bangak tidak tahu diri!!!" begitulah saya kalau sudah emosi. Kepada orang tua pun, kehilangan rasa hormat.
"Dana! Sadar! Kamu ini sadar! Kamu kan guru. Di sekolah mengajar, di pesantren mengajar. Apa yang kamu ajarkan? Begini, menyiksa binatang?"
"Eh tua bangka calon mayat! Kamu justru yang harus sadar! Sebentar lagi kamu bakal mati. Warna kulitmu, sudah sama dengan tanah liat. Badan sudah bungkuk begitu, harusnya kamu tahu, itu tanda kamu sudah ke liag kubur. Kapan sih kamu mau mati! Sadarlah Ining, selama ini kamu tak mau dengar kata orang. Mereka mau ayam-ayam itu kamu kandangkan!"
"E e ehhh, kurang ajar sekali. Guru macam apa ini?"
"Guru macam apa? Bebas. Kamu nyebut saya guru sinting juga bebas. Kamu sebut saya guru edan, bebas. Terserah! Kalau tidak percaya saya guru edan, ini buktinya. Hanya butuh lima langkah buat menyergapnya, Langsung saya jambak rambut beruban nenek brengsek ini, dan saya sungkurkan ke lumpur sawah. Biar tetap bernafas, saya balikkan wajahnya jadi di atas, kemudian, sekuat tenaga, belakang kepalanya say tenggelamkan. Teriakannya terbekap tangan saya, dan ketika itulah, Mang Komar datang melerai.
Maka malamnya, malam ini, malam yang seharusnya tenang, bahagia karena turun hujan, nyatanya malah gelisah. Batin berkecamuk, berdebat, apa tindakan tadi salah?
"Dorongannya nafsu, jelas itu salah."
"Namun, kalau saya tidak begitu, kapan tua bangka itu mendapatkan pelajaran?"
"Tapi manfaatnya apa?"
"Dia mendapatkan pelajaran!"
"Manfaat buat kamu?"
"Jika dia insaf, ayamnya takkan mengganggu lagi"
"Yakin takkan lagi mengganggu?"
"Tidak juga."
Dan sederet perdebatan lain yang buat kepala ini jadi pusing dan malam jadi tak tenang.
Sodara, mungkin itulah yang bakal terjadi seandainya tadi siang, saat saya lihat ada ayam di kebun langsung saya lempar dengan batu. Untung saja tidak. Cukup mengusirnya, dan saya, tak mau ambil pusing. Soal misalnya ayam itu, mematuk satu dua lembar daun, tak masalah. Itu sedekah. Saya bebaskan saja. Mengapa harus marah? Dan itulah, sebab tadi siang, saya berbuat sederhana saja, maka malam ini, batin lebih tenteram..tidak digelisahkan apapun...
Hahaha...keren kang...
ReplyDeleteSaya saat ini juga sangatt benci sama ayam
ReplyDeletehehhehehe sangat keren ceritanya kang tambahin cerita yang lucu lagi dong,,,,,,
ReplyDeleteohh gini toh tutorial usir ayam... wkwkwk
ReplyDeleteLagi kesel sama ayam juga. Ayam tetangga tidur di pohon depan rumah. Bukan satu dua ekor, tapi banyak. Tiap pagi halaman penuh dengan kotoran. Yang punya ayam tidak peduli, hiks. Barusan pisan saya gebah malah gandeeeng petak-petok sasahutan Maghrib Maghrib 🙉 🙉
ReplyDeleteNgalamin ini juga.. ayam tetangga yg jumlahnya sekitar 20an, selalu berkumpul di dilaman rumah, kotorannya bertebaran di tteras, semua tanaman lengkuas saya rusak.. emosiiii tp pemiliknya tak peduli.. -_-
ReplyDeleteHamparan rumput taman depan rumah,saat kemarau disiram pagi sore,dengan harapan memberikan kesejukan...eee malah jadi swalayan untuk gerombolan ayam tetangga.setelah hamparan habis menjalar ke rak rak pot,habis juga.lalu terbang hinggap di pot gantung...brindhiiiil kabeh.mesti bgmn?tetep sabar gitu?...
ReplyDeleteAyam tetangga gw sm berkeliaran seperti itu jg ganggu halaman sy, untung rumah tetangga sering kosong jd sy pasang iklan ayam nya di olx dgn harga yg murah + gratis kandang tp angkutan ditanggung pembeli, setelah ludes terjual uang nya sy sedekahin ke mushala dekat rumah
ReplyDeletekeren plot twistnya... cara penulisannya juga bagus.
ReplyDelete