Film Assalamualaikum Beijing

Kemarin-kemarin orang kritik saya, gara-gara ngomongin agama pake kata "menurut saya". Dia bilang, ngomong agama jangan pake kata "menurut saya". Harus pake dalil, mana ayatnya, mana haditsnya. Meski saya jengkel, mau mukul panci sama orang itu sambil mendengus jengkel "Itu sudah basi, saya juga tahu!", namun saya tahan. Biarkan saja, saya turuti. Itulah makanya sekarang--setidaknya kesempatan ini--takkan bicara agama lagi. Sekarang, saya mau bicarakan masalah film. Dan tetap, dengan menggunakan kata "Menurut saya".

Menurut saya, sudah basi kalau orang masih mengatakan, sebuah film yang diangkat dari novel, tak pernah lebih bagus dari novelnya. Itu pernyataan orang lain, sudah diomongin, sudah lewat, sudah dari dulu, jadi kalau disebut lagi, diulang lagi, malah bikin muntah. Sekarang, waktunya jujur-jujuran. Bahwa film yang diangkat dari buku, itu lebih hebat dari bukunya, dan buku yang diangkat menjadi film, itu lebih hebat dari filmnya. 

Si Dana ini gimana. Aneh-aneh saja. Jadi mana dong yang bener? Film lebih bagus dari novel? Atau novel lebih bagus dari film? Labil banget nih orang.

Maksud saya, baik novel atau film, masih-masing punya kelebihan.

Masing-masing lebih bagus. Masing-masing lebih hebat.
Dengan kata lain, keduanya punya kelebihan. Novel, sudah jelas lebih bagus dari filmnya. Di sana lebih detail, cerita lebih lengkap. Sebabnya, karena novel bisa menjelaskan lebih leluasa. Dalam 340 halaman misalnya, tentu saja kisah bisa tersaji lebih lengkap, dan pembaca, bisa lebih bebas berimajinasi. Itulah kehebatan sebuah novel. 

Dan film, tentu saja lebih bagus dari novel. Bagaimana tak bagus. Film merangkul semua kalangan. Insan pembaca atau bukan, pencinta buku bahkan pembenci, penikmat novel malah yang alergi, semuanya bisa terpikat. Alasannya, mencerna film lebih mudah, dan film, lebih mudah melibatkan pemirsa ke dalam cerita. Itu karena film, selain jalan cerita memukau, dialog-dialog cerdas, konflik...gerakan gambar dan musik lebih kuat merenggut hati penonton buat terlibat.

Dalam kasus sekarang, saya ingin membicarakan film "Assalamualaikum Beijing". Tak usah dibanding-bandingkan, mana lebih bagus antara novel dan film. Kebiasaan membanding-bandingkan, ini justru merusak suasana hati sendiri buat menikmati sebuah film.

Masing-masing punya kekuatan, masing-masing punya kelebihan. Sebabnya, jika sebuah film harus persis sama dengan novelnya, itu butuh film bersambung semacam sinetron. Dan jika pun dipaksakan begitu, cerita malah jadi molor. Bagaimana mungkin kisah panjang yang paling cepat kita tamatkan dalam sehari semalam, bisa selesai dengan lengkap cuma dengan film dengan durasi kurang dari dua jam.

Namun apapun alasannya, film ini sangat memuaskan. Asma Nadia, sendiri meski tak dilibatkan dalam shooting filmnya, dia mengaku puas. Asma Nadia mengaku, pesan-pesan yang dia sajikan dalam novelnya bisa tervisualisasikan dengan baik.

"...film ini hadir untuk teman-teman yang patah hati dan ingin move on. Juga yang menanyakan, adakah cinta sejati bisa melihat film ini". Kemudian lanjutnya, "...Kalau difilmkan menjadi lebih bagus, ya saya tak masalah. Dan memang jadi lebih indah." ucapnya sebagaimana dikutip Kapanlagi.com.

Diangkat dari novel bestseller Ashima eh, Asma Nadia, diangkat ke layar lebar, dan mulai diputar di bioskop-bioskop 30 Desember nanti. 

Jum'at malam, film ini premier. Hanya orang-orang khusus yang diundang. Para artis: Revalina, Morgan Oey, Oki Setiana Dewi, Ozi Shaputra, Desta, Ibnu Jamil, kru film, sutradara, termasuk penyanyi soundtrack Ridho Roma. Turut hadir dalam acara ini, penulis, Asma Nadia, Pak Isa Alamsyah, bersama para staf, dan beberapa member KBM. 

Bagaimana dengan saya? Bukannya menyombongkan diri, saya dapat undangan juga. Berangkat, dan mulai tayang pukul 19.00, sedang saat itu, bus masih di Nagreg, bahkan belum masuk Bandung. Sampai di Jakarta jam sekitar jam 23.00. Mengenaskan. Tapi saya sendiri no problem. Justru saya kasihan sama para artis, tak bisa ketemu saya.

Related Posts:

0 Response to "Film Assalamualaikum Beijing"

Post a Comment